Ragam  

Sejarah dan Mitos Sendang Sari Mayang di Sukoharjo, Dipercaya Kabulkan Permintaan Orang yang “Kungkum”

Sendang Sari Mayang di Dukuh/Desa Mayang, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

Sukoharjonews.com (Gatak)– Sendang atau petirtaan dalam bahasa gamblangnya adalah kolam. Biasanya pada jaman dahulu digunakan sebagai penampung air atau sumber air suci bagi penganut kepercayaan. Oleh karenanya dikeramatkan oleh penduduk pada masanya.


Begitu juga dengan keberadaan Sendang Sari Mayang yang terletak di Dukuh Mayang, Desa Mayang, Kecamatan Gatak, Sukoharjo. Sendang ini merupakan sebuah mata air alami dan mempunyai nilai sejarah pada masa Kerajaan Pajang dengan rajanya yang bergelar Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir.

Menurut sumber foklor yang disampaikan pada papan informasi tentang riwayat Sendang Sari Mayang yang dibuat oleh Tim KKN UIN Raden Mas Said Surakarta 2022, kikisahkan bahwa suatu hari Sultan Hadiwijaya menginginkan makanan jajanan yaitu jadah dan tape ketan. Tetapi, syaratnya harus buatan warga Padukuhan Mayang yang dimana beras ketan sebagai bahannya selalu dipususi atau dicuci terlebih dahulu dengan air Sendang Sari Mayang tersebut.

Bukan hanya jajanan, tetapi Sultan Hadiwijaya juga menginginkan bunga mayang untuk bahan menginang. Padukuhan Mayang waktu itu banyak ditumbuhi pohon jambe yang mengasilkan bunga mayang dengan kualitas terbaik.

Pada masa Kerajaan Pajang, Padukuhan Mayang yang asri dan banyak pepohonan serta sumber air itu, dipimpin oleh Tumenggung Mayang yang merupakan kerabat dari Ki Ageng Pamanahan atau dikenal juga sebagai Kiai Gede Mataram seorang tokoh perintis Wangsa Mataram. Dijuluki sebagai Pamanahan karena bertempat tinggal di Desa Manahan, suatu tempat di utara Laweyan yang sekarang menjadi salah satu kelurahan di Kota Solo.


Tumenggung Mayang awalnya merupakan petinggi Kerajaan Pajang tetapi karena kesalahan yang dibuat oleh putranya bernama Raden Pabelan yang ketahuan menyelinap di Taman Keputren dan melakukan hubungan terlarang dengan putri Sultan Hadiwijaya yang bernama Sekar Kedhaton, maka Tumenggung Mayang mendapatkan hukuman dengan mengusirnya dari Keraton Pajang dan menetap di sebuah padukuhan yang kemudian dinamakan Desa Mayang.

Tumenggung Mayang dipercaya sebagai pemimpin pertama yang memerintah Desa Mayang. Raden Pabelan sendiri mendapat hukuman mati yang jasadnya tidak dikubur melainkan dibuang ke sungai.

Tumenggung Mayang menyadari kesalahan atas kelalaian pengasuhan anaknya. Namun, dari Padukuhan Mayang yang tak jauh dari pusat Keraton Pajang, ia tetap mengabdikan diri sebagai abdi dalem Kerajaan Pajang. Ia malah dikenal sebagai abdi dalem yang setia dan sakti. Berbagai persembahan upeti terbaik dari alam Padukuhan Mayang diberikan kepada Sultan Hadiwijaya. Sehingga Raja Pajang tersebut menjadi ketagihan terutama pada makanan jadah dan tape serta bunga mayang untuk menginang.

Sendang Sari Mayang terdiri dari dua kolam yaitu Sendang Lanang yang lebih kecil berada di sebelah timur dan Sendang Putri di sebelah barat yang kolamnya lebih besar. Salah satu keunikan dari sendang ini, jika sendang yang lain sumber airnya keluar dari bawah tanah, tetapi air Sendang Sari Mayang keluar dari dari bawah akar pohon langka bernama Gayam atau Pohon Gayam yang mengalir terus tanpa dipengaruhi musim.


Menurut Karnoto, 59, warga Desa Mayang, menuturkan ketika masih kecil biasa mandi pagi dan sore di sendang itu. Ia mengakui bahwa Sendang Sari Mayang masih alami seperti dulu yang tak pernah kering. Maka tak heran sejak dulu air sendang telah dimanfaatkan warga sekitar untuk mencuci, mandi, dan mengairi sawah.

Mitos air Sendang Sari Mayang dipercaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan mengabulkan keinginan dengan merendamkan diri ke dalam sendang.

“Setiap hari, terutama sepulang sekolah atau liburan, hanya anak-anak yang renang untuk sekedar bermain. Tetapi pada malam satu suro, beberapa ada yang tirakat kungkum di sendang, karena percaya akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan, entah itu rejeki atau pangkat,” ujarnya.

Karnoto mengaku pernah mengalami peristiwa mistis beberapa bulan yang lalu. Ia yang lahan sawahnya tak jauh dari sendang dan sedang mengerjakan pekerjaan sawah. Dibisiki suara gaib yang diyakini dari yang mbaureksa atau penunggu Sedang Sari Mayang. Disuruh membersihkan sampah daun Pohon Gayam yang menyumbat aliran sendang.

Dirinyapun tak membantah bisikan gaib dan langsung membersihkan daun-daun itu dengan merinding ketakutan. Bambu panjang untuk membersikan dari sumbatan daun-daun seperti menusuk-nusuk pinggangnya. Ia sendiri heran, kenapa harus dirinya, padahal sudah ada sesorang yang dipercaya sebagai juru kunci sendang. Bulu kuduk tangannya akan selalu berdiri tegak jika mengingat dan menceritakan peristiwa itu. (sapta nugraha/mg)


How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *