Sukoharjonews.com – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (Hiski) kembali menggelar “Sekolah Sastra” untuk pertemuan kedua, Sabtu (14/9/2024). Kegiatan kembali digelar secara daring melalui zoom dengan nara sumber Rektor Universitas Veteran Bangun Nusantara (Univet Bantara) Sukoharjo, Prof Farida Nugrahani.
Seperti disampaikan oleh Ketua Umum Hiski, Prof Novi Anoegajekti, Sekolah Sastra ini mengambil tema “Sastra Didaktik”. Sekolah sastra akan digelar dalam dua pertamuan dimana pertemuan 1 pada Sabtu (7/9) lalu dan pertemuan 2 pada Sabtu (17/9) ini.
Dalam kesempatan itu, Prof Farida yang juga Wakil Ketua Hiski, menyampaikan, fungsi dan mekanisme didaktisme. Menurutnya, drama moralitas adalah drama teater yang banyak menggunakan didaktikisme. Drama ini bermula di Eropa Abad Pertengahan yang berkembang dari penafsiran yang dipentaskan yang disebut drama misteri.
“Alkitab memberikan pengaruhbesar bagi dramamoralitas awal, tema popuper yang sering kali berpusat pada salah satu dati tujuh dosa mematikan,” ujarnya.
Prof Farida melanjutkan, drama moralitas berisi karakter alegoris yang mengajarkan pelajaran moral kepadapenontonmelalui cerita-cerita yang digerakkan oleh alur cerita. Dalam kebanyakan drama moralitas, ajaran utamanya melibatkan pertikaian antara kebaikan dan kejahatan.
Tokoh utama yang biasanya melambangkan ras manusia atau kelompok sosial tertentu, mempelajari perbedaan antara konsekuensi dari benar dan salah. Meskipun lakon moralitas sebagian besar tidak lagi disukai pada awal abad 17, para penulis lakon kontemporer masih menulisnya.
“Hal itu karena penyajiannya yang jelas tentang perilaku moral dan etika dasar, lakon yang ditulis untuk anak-anak seringkali sampai batas tertentu, merupakan lakon moralitas,” terang Prof Farida.
Menurutnya, drama moralitas juga muncul dalam teater yang lebih matang. Penulis drama Jerman Bertolt Brecht adalah salahsatu penulis modern paling terkemuka yang menulis drama moralitas dan sebagai tambahan filsafat didaktik.
Prof Farida juga menyampaikan, ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam rangka memaksimalkan fungsi-fungsi didaktis sastra. Setidaknya ada empat pedekatan atau ancangan yang di pandang cukup kondusif bagi terwujudnya tujuan.
“Masing-masing pendekatan pragmatis, moral, intelektual, dan spiritual. Empat pendepatan ini dipilih berdasarkan atas pertimbangan bahwa titik singgung antara dimensi pendidikan dengan kesusasteraan terletak pada keempat aspek tersebut,” ujarnya.
Dewasa ini, lanjutnya, karya sastra telah berada dalam tahap kemajuan cukup signifikan. Kemajuan itu dapat dilihat dari berkembangnya bentuk karya sastra atau telah dilakukan alih wahana yang dikenal dengan ekranisasi.
Karya sastra bentuk tulis dirasa belum sepenuhnya sampai ditengah masyarakat, maka karya sastra berkembang dengan bentuk film dan cukup terasa di tengah-tengah masyarakat saat ini.
“Sastra bukan lagi sekadar sebagai “dulce et utile”, namun sastra dapat berfungsi sebagai media pendidikan atau dalam hal ini sebagai sastra didaktis,” kata Prof Farida.
Sastra didaktis sendiri mempunyai ciri-ciri dan jenis tersendiri. Untuk itu ada pendapat bahwa sastra didaktis memiliki tingkatan mengandung unsus didaktis (ada masalah atau fenmena didaktis), bagian yang mengandung ungkapan didaktis (adalah masalah dan ada solusi didaktis), serta desain sastra didaktis (cara penggungkapan dan ungkapannya sangat didaktis).
Dari hal tersebut maka dapat dikemukakan sastra sangat penting bagi masyarakat dalam uoaya pengembagan rasa, cipta, dan karsa. Fungsi utamasastra adalah sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif.
Selain itu, sastra memiliki fungsi penting bagi pencerahan batin seseorang dalam mengarungi kehidupan. Sastra dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan kepekaan terhadap nilai-nilai kearifan dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi serta multikultural.
“Sastra didaktis berpotensi besar sebagai media untuk menyampaikan pendidikan karakter bangsa melalui pembelajaran sastra,” kata Prof Farida.
“Sastra didaktis yang akan dipakai sebagai bahan kajian dalam pembelajaran sastra harus memenuhi tiga kriteria, yakni bahasa, psikologis, dan budaya,” tambahnya. (nano)
Facebook Comments