Ragam  

Inilah Tugas Penting Seorang Suami dalam Islam

Tugas Penting Seorang Suami dalam Islam.(Foto:Pexels)

Sukoharjonews.com – Terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami dan istri dalam membina rumah tangganya. Apabila hak dan kewajiban suami istri ini ditunaikan, maka dapat mendatangkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Lantas, apa saja hak dan kewajiban suami dan istri dalam Islam?


Dikutip dari Nu Online, pada Minggu (3/3/2024), pada dasarnya relasi suami dan istri dibangun dengan konsep yang imbang, artinya suami memiliki tugas dan peranan tersendiri serta istri juga memiliki tugas dan peranan yang berbeda dengan suaminya. Konsepsi ini dibangun karena pernikahan tidak lain merupakan sebuah ikatan yang menetapkan adanya relasi hak dan kewajiban antara dua orang. Berikut ini adalah 3 tugas seorang suami menurut ajaran Islam:

1. Memberi Nafkah Seorang pria memang menanggung kewajiban
untuk menafkahi anak dan istrinya sebagai bentuk tanggung jawab atas amanah yang telah ia ambil. Hal ini senada dengan yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233:

وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ

Artinya, “Ibu-ibu hendak menyusui anaknya dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah adalah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut”.


Dalam ayat tersebut digambarkan pembagian peranan yang jelas antara seorang ayah dan seorang ibu, peranan utama ibu adalah merawat anaknya dengan cara memastikan kesehatan dan nutrisinya sedangkan tugas seorang ayah adalah untuk mencarikan biaya dan penunjang hidup untuk keduanya.

Menurut Imam Fakhrur Razi dalam tafsirnya, pembagian tugas tersebut dijalankan pada dasarnya sebagai bentuk upaya agar sang ibu dapat fokus untuk merawat dan menjaga anaknya dan tidak terbebani dengan urusan finansial. (Fakhru al-Razi, Tafsir Fakhru al-Razi, Dar al-Fikr, Jilid II, h.110).

Sikap kerja sama sebagaimana disebutkan di atas dibangun berdasarkan paradigma bahwa pernikahan tidak lain merupakan bentuk kerja sama yang dibidik atas dasar cinta dan kasih sayang. Dengan demikian, masing-masing pasangan perlu untuk melakukan sesuatu yang dapat membuat hati pasangannya ridha dan senang padanya, termasuk di antaranya pembagian tugas yang imbang dan merata.


2. Mengajarkan Aqidah Bisa dibilang kewajiban nafkah
merupakan kewajiban yang paling menjadi sorotan karena hal tersebut berkaitan dengan keberlangsungan hidup sebuah keluarga. Namun demikian, pada dasarnya ada kewajiban-kewajiban lain yang juga harus diemban oleh seorang suami. Di antara bentuk tanggung jawab tersebut adalah mengenalkan pada anak akidah-akidah dasar dalam Islam sebagai dasar keyakinan yang perlu ditanamkan sedini mungkin. Sebagaimana yang dikatakan oleh Habib Abdullah bin Husain Ba’alawi dalam kitabnya

يجب على ولي الصبي والصبية المميزين ان يأمرهما بالصلاة وان يعلمهما بعد سبع سنين ويضربهما على تركها بعد عشر سنين.

Artinya, “Wajib bagi setiap wali anak laki-laki dan anak perempuan yang sudah tamyiz untuk memerintah mereka melaksanakan shalat, dan mengajarkan mereka (rukun dan syarat sholat) setelah berusia tujuh tahun dan memberi mereka pelajaran sebab meninggalkan sholat setelah berumur sepuluh tahun”. (Abdullah bin Husein Ba’alawi, Sullam al-Taufiq ila Mahabbatillahi ala al-Tahqiq, al-Haramain, h.7)


Selain mengajarkan akidah ia juga perlu mengajarkan anak tentang mana yang halal dan mana yang haram. Kewajiban di atas pada dasarnya tidak mutlak harus dilakukan langsung oleh seorang ayah, namun juga dapat diwakilkan pada sang ibu atau orang lainnya.

3. Menjadi pembimbing Sebagai seorang imam dalam rumah tangga
seorang suami mendapat wewenang untuk membimbing istrinya menjadi lebih baik dan lebih taat kepada Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Salim Ba Bashil al-Syafi’i:

ويجب ايضا ضرب زوجة كبيرة على ترك الصلاة ان امن النشوز

Artinya, “Dan wajib bagi seorang suami memberi Pelajaran pada istrinya yang sudah dewasa sebab meninggalkan shalat selama tidak dihawatirkan ia akan membangkang”. (Muhammad bin Salim ba Bashil al-Syafi’i, Is’ad al-Rafiq wa Bughyatu al-Shadiq, al-Haramain, Jilid I, h.73).


Artinya suami mendapat amanah untuk juga membimbing istrinya, tentu bimbingan sebagaimana yang diungkapkan dalam referensi di atas tidak hanya berkaitan dengan urusan shalat, namun juga dalam referensi di atas tidak hanya berkaitan dengan urusan shalat, namun juga dalam hal-hal lainnya seperti dalam masalah etis istri dan segala hal yang berkaitan dengan kebaikan dan kemaslahatan istri serta keluarga.

Meskipun suami memiliki wewenang untuk mendidik dan memberikan pelajaran pada istri dan anaknya yang melakukan tindakan-tindakan kurang baik atau membahayakan agamanya, namun memilih untuk tidak mengambil tindakan fisik dan mengambil cara persuasif dengan cara memberi nasihat dan bersikap sabar atas perlakuan istrinya tetap menjadi opsi paling utama yang bisa dipilih oleh seorang suami. Wallâhu a‘lam.(cita septa)


How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *