Sukoharjonews.com – Rektor Universitas Veteran Bangun Nusantara (Univet Bantara) Sukoharjo, Prof Farida Nugrahani menjadi nara sumber dalam acara Sekolah Sastra yang digelar oleh Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (Hiski). Kegiatan digelar secara daring melalui zoom, Sabtu (7/9/2024).
Ketua Umum Hiski, Prof Novi Anoegajekti, menyampaikan, Sekolah Sastra ini mengambil tema “Sastra Didaktik” dengan nara sumber Rektor Univet Sukoharjo, Prof Farida Nugrahani. Sekolah sastra akan digelar dalam dua pertamuan dimana pertemuan 1 pada Sabtu (7/9) dan pertemuan 2 pada Sabtu (17/9).
Dalam sesi tanya jawab, muncul pertanyaan ketika menelaah sastra, apa keistimewaan pendekatan didaktis dengan pendekatan yang lain?
Terkait hal itu, Prof Farida Nugrahani selaku nara sumber, menyampaikan, jika kalau kembali ke esensi satra, selain indah harus bisa menghibur dan bermanfaat. Nah, yang bermanfaat tersebut bisa mengambil nilai-nilai kehidupan yang akan bisa mendidik dan mengajar pada penikmat sastra.
“Norma-norma kalau ada pandangan umumnya, cara penyampaian harus disesuaikan dengan perkembangan saat ini. Bagaimana kita, agar bisa menelaah sastra secara didaktik, lebih kepada menangkap nilai-nilai tersebut, itulah yang sedikit membedakan dengan pendekatan lainnya,” paparnya.
Selain itu, lanjutnya, ada pertanyaan bagaimana untuk meningkatkan kepekaan rasa? Menurutnya, untuk bisa memangkap nilai-nilai didaktik dalam sebuah karya sastra perlu banyak pengetahuan yang berkaitan dengan banyak hal. Tentang nilai agama, moral, budaya.
“Hal itu akan bisa menjadi modal bagi seseorang menangkap nilai-nilai didaktik sehingga seorang guru bisa menyiapkan materi yang pas dengan kondisi sekarang,” ujarnya.
Sebagai guru sastra, ujar Prof Farida, bisa membalik paradigma, sebenarnya anak-anak sekarang apa yang kurang, apa yang memprihatinkan?. Guru sastra bisa mencari karya sastra yang mengandung nilai-nilai yang sekiranya bisa mengubah anak menjadi lebih baik dari tampilan yang ada sekarang.
“Semua guru sastra wajib memiliki wawasan luas tentang nilai-nilai kehidupan. Bisa perspektif psikologi, agama, budaya. Tidak mengedepankan nilai-nilai primordial. Bisa memilih karya yang tepat,” ujarnya.
Prof Farida juga mengatakan, kepekaraan rasa akan diperoleh karena keseringan, kontinyuitas. Perlu “track record” dan sejarah yang panjang.
“Guru sastra tidak harus bisa menciptakan karya sastra karena guru sastra dan sastrawan berbeda. Meski seandainya bisa akan lebih baik. Tapi, seorang guru sastra perlu membaca banyak karya sastra,” tambahnya. (nano)
Facebook Comments