Ragam  

Mengenal Hendro Soebardjo, Pejuang Veteran Sukoharjo Mantan Tentara Pelajar yang Masih Bertahan

Pejuang veteran Sukoharjo, RM Hendro Soebardjo, 93.

Sukoharjonews.com (Sukoharjo) – Lalu lalang kendaraan di depan Perum Griya Fajar Pesona, Kelurahan Jombor, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo menampakkan kesibukannya. Sebuah teras rumah Nomor 5 terlihat diparkir bergantung sepeda balap di salah satu tiang menambah estetika rumah yang berdinding tembok batu alam itu.


Di rumah tersebut berdiam sosok pejuang veteran berusia 93 tahun bernama lengkap Raden Mas (RM) Hendro Soebardjo. Ia sudah 15 hari lebih berada di Sukoharjo, dijemput cucunya dari tempat tinggalnya di Desa Tunggulrejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan.

Eyang Bardjo, begitu akrab disapa, merupakan salah satu pejuang eks Tentara Pelajar (TP) dari Sukoharjo yang masih ada. Di usia senja, tepat di Bulan Kemerdekaan ini, masih sehat dan kuat berjalan tanpa dibantu tongkat.

Usia boleh uzur termakan waktu, tapi ingatan masa lalu tak lekang ditelan zaman. Kondisi Soebardjo memang tak segagah masa mudanya dulu, tapi ia tampak semangat berkisah zaman perjuangan melawan tentara Belanda 1948-1949.

Soebardjo mengaku bersyukur atas nikmat sehat dan umur panjang yang diberikan Tuhan. Meski dulu pernah malang melintang berjuang sebagai Tentara Pelajar dengan pangkat Sersan Mayor (Serma). Namun, meski sempat tercatat sebagai anggota bahkan pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kabupaten Sukoharjo, tapi tak pernah mencatatkan diri untuk memperoleh tunjangan.


Soebardjo berkisah bahwa ia lahir pada 20 Agustus 1929 di Desa Baran, Nguter, Sukoharjo dan anak seorang priyayi kaya raya. Ayahnya, Raden Demang (R.Dm) Soekadi Soemowirjono, menjabat sebagai Demang di wilayah Nguter, Sukoharjo, pada zaman Pemerintah Hindia Belanda. Ibunya, Bendara Raden Ayu (BRAy) Siti Soedarmi, juga seorang ningrat keturunan Pakubuwono V dari Keraton Kasunanan Surakarta.

Meskipun putra priyayi ningrat yang selalu tersedia ada dan sangat dimanja, tapi tidak membuat Soebardjo remaja menolak panggilan wajib masuk Tentara Pelajar yang penuh penderitaan. Ia masuk anggota barisan kesatuan Tentara Pelajar Brigade XVII yang berpusat di Surakarta dan masih tercatat sebagai pelajar kelas 2 SMP di Sukoharjo.

Tugas TP dikerahkan berjaga-jaga di status quo pada awal-awal kemerdekaan dalam membantu TKR. Mengingat saat itu kondisi politik masih gonjang-ganjing pasca kekalahan Jepang dari Sekutu. Ditambah kelakuan Belanda yang membonceng NICA untuk menjajah kembali Indonesia lewat agresi militernya.


TP Brigade 17 membawahi wilayah Semarang dan Soloraya dipimpin Mayor Achmadi Hadisoemarto yang berasal dari Ngawi, Jawa Timur, tapi bersekolah di Solo. Achmadi yang dikenal dengan sebutan Mas TePe akhirnya menjadi Mayor Jenderal TNI dan pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan pada Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan.

Kesatuan TP dikenal sebagai resimen pejuang yang membelalakkan mata dunia, karena ternyata diam-diam Indonesia memiliki student army. Dari sini perjuangan Soebardjo dalam revolusi fisik dimulai. Keringat dan darah mulai diakrabi dengan perlindungan pisau, bedil dan granat. Lalu kejadian demi kejadian yang penuh peluru dan tangis ia alami.

“Tugas pertama saya sebagai TP menjaga menara darurat yang disusun dari bambu dan diletakkan dekat pohon besar di utara bekas Rumah Dinas Wedono Sukoharjo. Tugas ini untuk mengintai pesawat terbang Belanda yang acap kali menyerang tiba-tiba. Apabila terlihat titik pesawat maka penjaga di atas akan memukul lonceng agar terdengar penjaga di bawah untuk kemudian disampaikan kepada penduduk agar bersiap-siap mengamankan diri,” kisahnya, Kamis (11/8/2022).


Soebardjo dan beberapa teman seregunya (peleton) pernah menyusup ke barak musuh. Tujuan dari penyusupan ini mengambil senjata atau amunisi untuk keperluan bertempur karena persenjataan TP sangat terbatas. Padahal waktu itu barak sudah dijaga ketat oleh tentara Belanda yang kembali menduduki Surakarta. Sebuah misi yang sangat menegangkan lantaran musuh mengintai di sepanjang perjalanan.

Soebardjo remaja sebagai anggota TP bisa dibilang jarang pulang ke rumah. Ia berkelana di sekujur Sukoharjo mengusir musuh dan menyusuri kampung untuk melindungi rakyat. Ia juga pernah mendapat tugas menjaga pos-pos pertahanan perbatasan secara bergantian. Mulai dari selatan Pasar Nguter-Kretek Kepuh dan selatan Jembatan Bacem atau sekitar Pasar Telukan-Jembatan Cluringan Bulakrejo. Di pos-pos tersebut terdapat bertumpuk-tumpuk karung goni berisi pasir dan kawat berduri. Berhari-hari berjaga di pos pertahanan tanpa mengenal lelah dan takut.

Karena Soebardjo dianggap cakap dan pemberani, oleh Mayor Achmadi dan Brigjen Slamet Riyadi, tidak diperbolehkan berperang di garis depan tapi diperbantukan menjadi stafnya. Alasannya simpel agar prajurit yang cakap tak cepat mati, sebab kecakapannya sangat diperlukan kesatuan dalam situasi perang yang serba terbatas.


“Saya mendapat tugas menggambar sketsa peta wilayah atau jembatan yang akan dilalui dalam medan gerilya dan menganalisis bagaimana keadaan daerahnya, berapa jumlah peleton yang harus dikerahkan, butuh berapa logistik atau alat tempurnya. Sketsa dan analisis saya, paling sering dipakai atau diacc oleh Komandan Slamet Riyadi dari pada yang dibuat anggota TKR sendiri,” terangnya.

Setelah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dinyatakan selesai yang ditandai dengan perundingan KMB di Den Haag, Belanda, maka Tentara Pelajar dibubarkan secara resmi pada 1951 dalam sebuah upacara demobilisasi. Mantan anggotanya kemudian diberi penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia berupa uang jasa yang nominalnya variatif. Selain itu, mantan TP juga diberi pilihan untuk melanjutkan pendidikan dengan beasiswa atau bergabung ke dalam TNI-Polri.

Soebardjo sendiri memilih menjadi warga negara biasa sambil meneruskan belajar secara otodidak dari pengalaman orang lain dan akhirnya berkecipung sebagai aktivis yang menggerakkan pembangunan di desanya.

Ia berseloroh andai melanjutkan ke dunia militer mungkin akan pensiun dengan pangkat jenderal. Analisisnya, selain Kangmasnya tentara dan kenal dengan sebagian bekas temannya yang menjadi petinggi TNI, juga mengaku kenal dengan Sudharmono yang menjadi Wakil Presiden RI ketika remaja sama-sama berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (sapta nugraha/mg)


How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *