Sukoharjonews.com – Istilah kerukunan umat beragama identik dengan istilah toleransi. Istilah toleransi menunjukkan pada arti saling memahami, saling memahami, dan saling membuka diri dalam bingkai persaudaraan. Bila pemaknaan ini dijadikan pegangan, maka ”toleransi” dan “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat.
Dikutip dari Nu Online, pada Jumat (6/9/2024), Islam mengajarkan kita untuk membangun masyarakat yang didirikan atas dasar penghormatan terhadap hak asasi manusia. Di mana ketakutan, ketidakpercayaan, dan marginalisasi digantikan oleh pluralisme dan sikap penghormatan terhadap perbedaan. Allah swt berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Dari ayat ini kita dapati bahwa Islam adalah agama yang sangat mementingkan toleransi dengan terus menghargai keragaman dan melawan segala bentuk tindakan diskriminasi atas dasar perbedaan. Sejak didakwahkan 14 abad yang lalu, Islam telah membawa ajaran yang tidak hanya membahas satu dimensi kehidupan saja, akan tetapi membawa ajaran multi dimensi berupa dimensi akidah, ibadah, muamalah, moral, filsafat, hukum dan sebagainya.
Inilah ajaran lengkap dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan umat Islam, baik ketika beribadah maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Semua ajaran itu terangkum dalam Al-Qur’an dan hadits yang mewujud menjadi berbagai konsep secara global maupun terperinci.
Ketika seorang Muslim dan non-Muslim bermuamalah, pada dasarnya mereka mempunyai batasan-batasan tertentu yang telah diatur dan ditetapkan dalam aturan kehidupan antar umat beragama. Nilai-nilai dan konsep toleransi (al-samahah) dalam Islam bersumber dari Al- Qur’an dan hadits. Adapun kaidah toleransi dalam Islam merujuk pada firman Allah swt:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ.
Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah [2]: 256).
Sungguh sudah sangat jelas bahwa tidak ada toleransi dalam akidah dan ibadah, karena akidah adalah sesuatu yang mutlak dan tidak dapat dikompromikan. Oleh karena itu, sekecil apapun perkara yang dapat merusak dan mencederai akidah wajib dihindari. Allah swt berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ . وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ . وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.
Artinya, “Katakanlah (Muhammad): ‘Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah, untukmu agamamu, dan untukku agamaku’.” (QS Al-Kafirun: 1-6).
Rasulullah saw menegaskan Islam sebagai agama yang mengajarkan toleransi dalam sebuah haditsnya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Artinya: “Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah SAW: “’Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah? Maka beliau bersabda: ‘Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)’.” (HR Al-Bukhari).
Selanjutnya toleransi juga harus dipraktikkan antar sesama muslim. Hal ini sebagaimana ditegaskan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Artinya: “Hubungan orang mukmin dengan orang mukmin yang lain bagaikan satu bangunan yang saling memperkokoh satu sama lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sikap toleran Rasulullah saw semakin jelas terlihat ketika beliau memperlakukan Ahli Kitab, baik Yahudi ataupun Nasrani. Beliau sering mengunjungi mereka. Beliau juga menghormati dan memuliakan mereka. Jika ada di antara mereka yang sakit, beliau menjenguknya. Semoga kita semua mampu menerapkan sikap toleran dalam lingkungan kita supaya kehidupan yang kita jalani diridhai oleh Allah SWT. Amin ya Rabbal Alamin.(cita septa)
Facebook Comments