
Sukoharjonews.com – Al-Quran Braille merupakan mushaf atau lembaran-lembaran ayat Al-Quran yang khusus diperuntukkan bagi penyandang tunanetra. Dengan mengandalkan jari jemari, mereka akan meraba huruf demi huruf dalam lembaran Al-Quran Braille.
Dikutip dari Bincang Syariah, pada Selasa (5/2/2024), hukum menulis Al-Quran dengan huruf-huruf selain huruf hijaiyah seperti huruf latin atau huruf Braille menurut Imam ar-Ramli hukumnya boleh, sebab penulisan tersebut tidak menimbulkan perubahan makna al-Qur’an, dan tentu juga terdapat hajat bagi orang muslim penyandang difabel netra, sebagaimana disebutkan dalam kitab Hasyiyatul Jamal syarh al-Minhaj (1/76):
فَائِدَةٌ: سُئِلَ الشِّهَابُ الرَّمْلِي: هَلْ تَحْرُمُ كِتَابَةُ القُرْآنِ العَزِيزِ بِالْقَلِمِ الهِنْدِيِّ أَوْ غَيْرِهِ؟ فَأَجَابَ: بِأَنَّهُ لَا يَحْرُمُ لِأَنَّهَا دَالَّةُ عَلَى لَفْظِهِ العَزِيْزِ وَلَيْسَ فِيْهَا تَغْيِيْرٌ لَهُ بِخِلَافِ تَرْجَمَتِهِ بِغَيْرِ العَرَبِيَّةِ؛ لِأنَّ فِيْهَا تَغْيِيْرًا
Imam Romli ditanya “apakah menulis quran menggunakan huruf India dan huruf lainnya hukumnya haram? Jawaban beliau: “tidak haram sebab tulisan tersebut menunjukan lafal Al-Quran yang mulia dan tidak ada perubahan sama sekali dalam tulisan itu. Berbeda dengan terjemahan dengan selain bahasa arab sebab didalamnya terdapat perubahan.
Bila menulis Al-Quran dengan huruf Braille diperbolehkan, lantas apakah Al-Qur’an Braille tersebut tergolong mushaf? Sebagaimana telah kita ketahui, mushaf al-Qur’an wajib dihormati dan dimuliakan, sehingga jumhur (mayoritas) ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan menyentuh dan membawa mushaf Al-Quran bila seseorang dalam keadaan hadats. Larangan ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الـمُطَهَّرُوْنَ
“Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan” (QS. Al-Waqi’ah:79)
Keharaman ini juga berlaku terhadap mushaf al-Qur’an yang ditulis dengan huruf non Arab, sebagaimana pendapat Imam Syihabuddin al-Qalyubi dalam kitab Hasyiata Qalyubi wa ‘Amirah (1/41):
وَيَجُوزُ كِتَابَتُهُ لَا قِرَاءَتُهُ بِغَيْرِ العَرَبِيَّةِ، وَلَهَا حُكْمُ الـمُصْحَفِ فِيْ المَسِّ وَالحَمْلِ
“Boleh menulis Al-Qur’an dengan selain bahasa Arab, namun tidak boleh membacanya. Dan Al-Qur’an yang ditulis dengan selain bahasa Arab tersebut memiliki hokum seperti mushaf, dalam hal menyentuh dan membawanya”.
Begitupun pendapat Imam Zakariya al-Anshari dalam kitab al-Gharar al-Bahiyah syarh al-Bahjah al-Wardiyyah (1/148)
فرعٌ: يجوزُ كتَابَةُ الْقُرآنِ بِغيرِ الْعَرَبِيَّةِ، وَلَهَا حُكْمُ الْمُصْحَفِ فِي الْمَسِّ وَالْحَمْلِ، دُونَ قِرَاءَتِه
“Cabang: Boleh menulis al-Qur’an selain bahasa Arab, serta berlaku baginya hukum mushaf dalam hal menyentuh, membawa namun tidak dengan membacanya”.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa al Qur’an Braille yang disediakan khusus untuk para tunanetra berupa kode dengan berbagai kombinasi yang ditonjolkan pada kertas sehingga dapat diraba tetap dikategorikan sebagai mushaf, sehingga menyentuhnya dan membawanya harus dalam kondisi suci dari hadats.(cita septa)
Facebook Comments