OJK : Pemahaman Literasi Keuangan Masyarakat Pedesaan Masih Rendah


Kepala Bagian Pengawasan Industri Keuangan Non Bank, Pasar Modal, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Surakarta Tito Adji Siswantoro saat menyampaikan materi dalam “Sosialisasi Akses Keuangan Bagi Masyarakat Pedesaan” di Gedung Setya Jaya Nguter, Kamis (5/4).

Sukoharjonews.com (Nguter) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pemahaman masyarakat mengenai literasi keuangan masih rendah. Utamanya masyarakat di pedesaan yang rata-rata masih menilai hanya perbankan satu-satunya lembaga keuangan yang ada. Padahal, masih banyak lembaga keuangan non bank yang sudah beroperasi, seperti pegadaian, asuransi, dan lainnya.



Kepala Bagian Pengawasan Industri Keuangan Non Bank, Pasar Modal, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Surakarta Tito Adji Siswantoro mengatakan, saat ini pengetahuan masyarakat utamanya di pedesaan mengenai literasi keuangan memang masih rendah. Untuk itu, OJK sejak berdiri enam tahun lalu secara masif terus melakukan sosialisasi.

“Selama ini yang diketahui secara luas baru perbankan, padahal banyak yang lain dan menjadi pengawasan OJK kecuali Koperasi yang diawasi langsung oleh kementerian,” ujar Tito dalam acara “Sosialisasi Akses Keuangan Bagi Masyarakat Pedesaan” di Gedung Setia Jaya Nguter, Kamis (5/4).

Tito menyebut, lembaga keuangan lain yang bisa diakses masyarakat pedesaan antara lain asuransi. Namun, masyarakat desa belum terlalu familiar dengan asuransi. Padahal, lembaga asuransi banyak memiliki produk untuk warga desa, seperti dibidang pertanian dan peternakan.

Saat ini, ujar Tito, sudah ada program asuransi untuk tanaman padi, asuransi untuk ternak sapi. Untuk tanaman padi premi per tahun sebesar Rp36 ribu per hektar dan untuk sapi Rp40 ribu per ekor per tahun. “Petani akan mendapatkan ganti dari asuransi ketika terkena bencana alam. Kalau sapi, pemilik akan mendapatkan ganti ketika mati atau hilang dicuri,” ujarnya.

Sebenarnya, ujar Tito, premi asuransi tanaman padi preminya mencapai Rp180 ribu per hektar per tahun. Namun, oleh pemerintah mendapat subsidi sehingga petani tinggal membayar Rp36 ribu. Asuransi pertanian tersebut sudah ada sejak 2016 dan kerjasamanya dengan Kementerian Pertanian. “Rata-rata di Solo Raya sudah berjalan meski belum maksimal,” tambahnya.

Sedangkan anggota DPR Komisi 6 Mohammad Hatta dalam kesempatan yang sama menyampaikan, saat ini masyarakat Indonesia tidak bisa menghindari adanya “financial inclusion”. Sebuah gerekan yang berupaya untuk membuka akses layanan perbankan seluas-luasnya bagi masyarakat. Khususnya bagi sampai saat ini belum memanfaatkan layanan perbankan.

“Mau gak mau, suka tidak suka, saat ini masyarakat harus berhubungan dengan “financial inclusion”. Terlebih lagi saat ini dalam bertransaksi sudah bisa sangat mudah dengan “online”,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini seakan-akan mujud uang sudah tidak terlalu penting lagi. Ada virtual money. Ibaratnya wujud uang tidak terlalu penting. Untuk masyarakat pedesaan, ujar Hatta, sudah saatnya mencari alternatif lain dalam mengakses lembaga keuangan. Pasalnya, lembaga keuangan tidak hanya perbankan saja.

“Untuk pemerintah desa bisa membentuk Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes sehingga bisa mengakses keuangan yang lebih besar,” tambahnya. (erlano putra)



How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *