Kisah Sukses di Tengah Meredupnya Bisnis Kesenian Tatah Sungging Wayang Kulit

Marwanto, pengusaha wayang kulit di Kampung Kayen RT 2 RW VII, di Kelurahan Sonorejo, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Sukoharjonews.com (Sukoharjo) – Kerajinan Tatah Sungging Wayang Kulit sempat berkembang pesat di Kelurahan Sonorejo, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Kerajinan wayang kulit di wilayah tersebut berkembang pesat sekitar tahun 1980-an silam. Pada saat itu banyak warga yang menggeluti kerajinan seni budaya asli Indonesia tersebut.



Terutama saat Presiden RI Ke-2, Soeharto menginstruksikan setiap instansi pemerintahan harus memasang tokoh-tokoh pewayangan. Sayang, kerajinan wayang kulit di sana kian meredup seiring perkembangan zaman. Namun, sebagian diantaranya memilih bertahan.  Meski harus melalui masa yang sulit ketika krisis moneter melanda negeri ini pada 1998 silam.

Salah satunya Sanggar Kerajinan Tatah Sungging Wayang Kulit milik Marwanto yang berada di Kampung Kayen RT 2 RW VII. Menurut Marwanto, banyak perajin wayang kulit yang gulung tikar dan alih profesi karena terdesak kebutuhan sehari-hari di saat krisis moneter pada masa reformasi itu. “Sejak krisis moneter banyak perajin yang alih profesi seperti menjadi pegawai pabrik karena terdesak kebutuhan ekonomi. Saat ini saja hanya tinggal tiga pengusaha yang kelihatan berkembang,” tutur Marwanto saat ditemui di kediamannya akhir pekan lalu.

Marwanto memilih bertahan karena dia yakin bisnis di bidang seni ini masih menjanjikan. Pria kelahiran 1973 itu bertekat terus menekuni bisnis kerajinan menatah kulit kerbau itu. Hingga akhirnya, kemauan dan keuletannya tersebut berbuah manis. “Saya merintis usaha ini dari nol pada tahun 1991 dan alhamdulillah masih bisa berjalan sampai sekarang,” katanya.

Usahanya terus berkembang dan buah seni karya tangan terampilnya semakin diminati. Permintaan wayang kulit terus berdatangan seiring berjalannya waktu. Bahkan, suami Suranti tersebut mengaku sempat kewalahan memenuhi pesanan dari dalang-dalang senior dan dosen-dosen karena keterbatasan tenaga kerja.

“Untuk saat ini saya dibantu 15 perajin. Sekarang sulit mencari tenaga perajin karena banyak yang tidak berminat belajar tatah sungging,” terang Marwanto.



Untuk terus melestarikan kerajinan tatah sungging wayang kulit, Marwanto bertekad mendirikan Sanggar Kerajinan Tatah Sungging Wayang Kulit di kediamannya. Dia membuka pelatihan tatah sungging wayang kulit dari nol sampai tingkat mahir. “Yang belajar di sini justru dari daerah lain. Beberapa waktu lalu ada 10 orang dari instansi pemerintah di Semarang belajar di sini setiap seminggu dua kali selama dua bulan,” imbunya.

Marwanto mengatakan, saat ini tidak banyak yang berminat belajar tatah sungging wayang kulit. Menurutnya, pemuda saat ini memilih bekerja di pabrik yang lebih instan dan jelas pendapatannya daripada bisnis wayang kulit yang harus belajar dulu baru bisa memetik hasilnya.
“Pemuda di sini satu saja tidak ada yang berminat. Padahal, jika ditekuni bisnis di bidang kerajinan wayang kulit ini sangat menjanjikan. Cuma perlu waktu,” pungkasnya. (Sofarudin)

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 4 / 5. Vote count: 4

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *