Hukum Seorang Muslim Memakan Daging Buaya

Hukum memakan daging buaya.(Foto: kumparan)

Sukoharjonews.com – Kebanyakan orang merasa ngeri dan takut apabila melihat buaya. Keganasannya itulah yang berbahaya dan bahkan bisa mengancam nyawa. Mengingat buaya ini adalah hewan pemakan daging atau karnivora, sehingga banyak orang yang merasa takut melihat hewan ini. Namun begitu, apakah sebenarnya buaya ini boleh dimakan?


Dikutip dari Bincang Syariah, pada Rabu (28/8/2024), pada dasarnya buaya merupakan jenis reptil yang tak boleh dimakan dagingnya. Imam ‘Alauddin di dalam tafsirnya Al-khazin mengatakan;

يؤكل كل ما في البحر إلا الضفدع والتمساح

Artinya: Setiap makhluk yang ada di laut itu boleh dimakan, kecuali katak dan buaya.

Dalam sebuah hadis (riwayat marfu’) disebutkan, dari Ibnu ‘Umar bahwa Nabi Saw. bersabda;

مَنْ قَتَلَ عُصْفُورًا فَمَا فَوْقَهَا بِغَيْرِ حَقِّهَا سَأَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا حَقُّهَا؟ قَالَ حَقُّهَا أَنْ تَذْبَحَهَا فَتَأْكُلَهَا وَلَا تَقْطَعْ رَأْسَهَا فَيُرْمَى بِهَا

Artinya: Barang siapa yang membunuh burung pipit serta hewan di atasnya tanpa hak, maka Allah menanyakan terkait hal itu pada hari kiamat. Dikatakan wahai Rasulullah, apa haknya?. Beliau menjawab haknya ialah engkau menyembelih burung tersebut, kemudian memakannya, dan jangan engkau putus kepalanya, lalu dilempar (dibuang).


Hadis ini menjelaskan larangan menangkap dan membunuh binatang buruan yang bisa dikonsumsi dagingnya tanpa bertujuan disembelih serta menyantapnya. Apalagi, hewan yang diburu itu termasuk jenis fauna yang tak bisa dimakan dagingnya. Dan buaya termasuk di dalamnya.

فإذا كان قتل العصفور – وهو مأكول اللحم – لغير أكلها منهيا عنه فإن قتل ما لا يؤكل لحمه أولى بالنهى

Artinya: Apabila membunuh burung pipit-hewan yang bisa dimakan dagingnya- itu bertujuan untuk tidak dikonsumsi maka hal itu dilarang. Oleh karenanya, jika yang dibunuh itu hewan yang tak bisa disantap dagingnya itu lebih dilarang dalam agama (Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, juz 10, halaman 102).

Hukum Menyembelih Buaya

Syekh Abdullah bin Hijazi di dalam kitabnya Hasiyah al-Syarqawi, juz 2, halaman 459, menegaskan bahwa hukum menyembelih binatang yang tak bisa dimakan dagingnya itu tidak diperbolehkan, meskipun keadaan hewan tersebut sekarat.

لا يجوز ذبح ما لا يحل أكله كالحمار الزَّمن – العجوز- ولو لإراحته عند تضرره من الحياة

Artinya: Tidak boleh menyembelih binatang yang tak halal dimakan dagingnya seperti keledai yang lumpuh-lemah-, sekalipun ketika Ia sedang sekarat.


Namun demikian, ‘Athiyah Shaqr, seorang mufti mesir di dalam kitab “Fatawa dal-ifta’ al-mishriyah”, juz 10, halaman 102, mempunyai pandangan – setelah memahami keterangan di atas – bahwa kalau binatang seperti di atas disembelih lantaran ingin dimanfaatkan kulitnya maka hukumnya boleh.

وأرى أنه لو ذبح لأخد جلده والانتفاع به بعد دبغه فلا حرمة فى ذلك، لأنه ذبح لغرض مشروع.

Artinya: Aku berpendapat bahwa andaikata binatang semacam itu disembelih untuk diambil kulitnya, lalu dimanfaatkan setelah dilakukan penyamakan maka tak ada keharaman di dalamnya. Karena hewan tersebut disembelih dengan tujuan yang disyariatkan.

Kemudian beliau melanjutkan;

ومن ذلك أيضا اصطياد الحيوانات البرية للانتفاع بفروها أو عظامها أو أظلافها أو أى شىء منها. فهذه كلها أغراض مشروعة، يقتل الحيوان لها سواء أكان مريضا أم غير مريض، فالمنهى عنه هو القتل الذى لا فائدة منه

Artinya: Dari keterangan tersebut, juga disamakan hukumnya yaitu memburu hewan daratan untuk diambil manfaatnya, baik bulu, tulang, kuku, atau lainnya. Adapun ini semua merupakan tujuan-tujuan yang disyariatkan, baik binatang yang dibunuh itu sakit, atau tidak. Oleh karena itu, Hal dilarang dari sini ialah membunuh yang tak ada faedah (manfaat) di dalamnya.


Walhasil, berdasarkan keterangan-keterangan di atas, hukum menyembelih buaya itu bisa diperbolehkan dengan satu catatan, yaitu ketika Ia dimanfaatkan. Misal seperti keterangan di awal, kulitnya dijadikan dompet, ikat pinggang, dan lain sebagainnya. Kendatipun, pada mulanya, membunuh binatang semacam ini itu dilarang. Demikian hukum menyembelih buaya. Semoga barokah manfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.(cita septa)


How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *