Sukoharjonews.com (Sukoharjo) – Universitas Veteran Bangan Nusantara (Univet Bantara) Kabupaten Sukoharjo mendukung program pemerintah terkait Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Selain melaksanakan program MBKM dari pemerintah, Univet juga melaksanakan MBKM yang bersifat mandiri.
Rektor Univet Bantara Sukoharjo, Prof Dr Farida Nugrahani M.Hum, menyampaikan bahwa terkait program MBKM, semua perguruan tinggi diminta untuk menerapkan MBKM. Dalam MBKM tersebut, mahasiswa yang mestinya kuliah selama 8 semester, cukup menempuh 4 semester saja di program studi masing-masing.
“Untuk sisa semester bisa diambil di perguruan tinggi lain atau di perguruan tinggi sendiri dengan prodi yang lain, atau bisa juga diambil dalam bentuk magang di dunia usaha dan dunia industri,” terang Prof Farida, Mingu (16/5/2022).
Melalui MBKM itu, lanjutnya, pemerintah berharap mahasiswa memiliki “soft skill”, karena nantinya ketika masuk dunia kerja, yang digunakan adalah soft skillnya. Untuk bisa mendapatkan soft skill tersebut, mahasiswa diberi peluang yang mestinya harus menemuh 150 SKS di prodi, dalam program MBKM mahasiswa hanya menempuh 130 SKS karena yang 20 SKS bisa diambil dengan cara-cara tersebut dan bisa diambil setelah semester 4.
“Mahasiwa diberi kebebasan untuk mengambil dimana MBKM-nya. Prinsipnya, semester 1-4 wajib di kampus sendiri, dan setelah itu bisa mengambil MBKM. Kebijakan setiap Perguruan Tinggi (PT) berbeda-beda, ada yang mengambil pola misalnya 6-1-1, ada yang 4-2-2, atau 5-2-1, atau pola lain, prinsipnya genap 8 semester,” paparnya.
Prof Farida melanjutnya, dalam MBKM tersebut bergantung pada PT, fakultas, dan prodinya masing-masing. Diconrohkan untuk teknik, pertanian, yang sangat membutuhkan “soft skill” sehingga tidak cukup dengan magang 1 semester sehingga harus dua semester dan lainnya.
“Prinsipnya “soft skill” yang dicari diluar kampus sendiri dan dalam MBKM ini pengambilkan “soft skill” tersebut dikoversi maksimal 20 SKS,” kata Prof Farida.
Jadi, lanjut Prof Farida, mahassiswa menempuh 130 SKS di kampus dan yang 20 SKS bisa dicari dari luar dengan magang atau menempuh kuliah di PT lain.
Prof Farida juga mengungkapkan, “impact” dari MBKM tersebut mahasiswa sekarang saat mencari Perguruan Tinggi tidak perlu berpikir banyak-banyak karena bisa kuliah dimana saja. Pasalnya, dalam MBKM semua PT harus mau menerima. Begitu juga Univet Sukoharjo yang saat ini juga banyak menerima mahasiswa PT negeri dari luar jawa yang kuliah di Univet.
“Kami juga mengirim mahasiswa ke PT lain, negeri atau swasta. Tidak perlu pikir panjang-panjang untuk memilih fakultas atau prodi karena dari FKIP mau mengambil di hukum, pertanian, dan lainnya bisa dilakukan. Itulah konsep dalam MBKM yang digagas pemerintah saat ini,” jelasnya.
Dalam MBKM ini, ujarnya, harapan pemerintah adalah mengajari mahasiswa untuk bisa berenang di samudera yang luas, tidak hanya di kolamnya sendiri sehigga mahasiswa memiliki banyak alternatif terkait peluang kerja ketika sudah lulus kuliah karena memiliki banyak “soff skill”.
MBKM Univet
Terkait MBKM di Univet, Prof Farida menyampaikan karena masih program baru, pemerintah banyak memberikan dana hibah ke PT termasuk Univet yang juga mengikutinya. Menurutnya, banyak hibah terkait MBKm yang diambil oleh Univet Bantara Sukoharjo. Menurutnya, banyak kegiatan Univet yang didanai pemerintah seperti pertukaran mahasiswa dimana mahasiswa mendapat dana terbang, uang saku, SPP, uang pulsa, dan lainnya.
Prof Farida memberikan contoh program mahasiswa FKIP yang ikut mengajar di sekolah dan dibiayai oleh kementerian. Termasuk program Univet membangun desa, dan program lainnya. Termasuk juga MBKM untuk prodi yang digunakan untuk penyusunan kurikulum di mana Univet juga mendapatkan hibah.
“Tampaknya ke depan harus siap mandiri untuk itu Univet juga sudah mempersiapkan diri untuk bisa mandiri. Salah satunya MBKM mandiri dengan sistem barter dengan PT lain. Pertukaran mahasiswa inisalah satu program MBKM mandiri sehingga mahasiswa tidak perlu membayar di PT yang diikutinya, tapi cukup membayar di PT-nya sendiri karena siste,nya barter,” terang Prof Farida.
Prof Farida juga mengaku sudah menggelar lokakarya untuk menyusun MBKM di awal semester lalu.
Disinggung tentang kewajiban mahasiswa untuk mengambil MBKM, Prof Farida menyampaikan MBKM bersifat tawaran dimana PT tetap ada kurikulum reguler tapi juga menawarkan kurikulum MBKM. Karena MBKM tersebut bersifat tawaran untuk mahasiswa dan bukan keharusan dimana mahasiswa diberikan peluang dan mahasiswa kalau tidak mengambil juga tidak masalah.
“Kalau mahasiswa masa bodoh dengan MBKM bisa, tapi PT terus mendorong karena penting bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman “soft skill”. Kalau tidak ambil, ya sudah, ambil yang reguler saja bisa,” katanya.
Kalau ambil MBKM, lanjutnya, fakultas dan prodi akan merumuskan mata kuliah apa yang bisa ditukar dengan magang atau program lain. Mata kuliah yang bisa diambil dalam MBKM bukan mata kuliah prinsip dan inti di prodi masing-masing.
“Contoh mahasiswa ambil magang selama satu tahun, maka konfersinya sebanyak-banyaknya 20 SKS. Mata kuliah apa yang bisa ditukar dengan 20 SKS itu dikonsultasikan di prodi karena sudah ada petunjuknya. Tiap prodi sudah menentukan mata kuliah apa yang bisa dikonfersi dalam 20 SKS tersebut yang bisa diambil di luar”.
Ditanya tentang respon mahasiswa Univet, Prof Farida mengaku cukup bagus dimana hal itu terbukti ratusan mahasiswa yang ikut MBKM program pemerintah pusat, ada juga yang ikut MBKM mandiri. Bahkan, saat ini di ada mahasiswa Fakultas Pertanian Univet yang tengah magang ke Jepang.
“Kami terus sosialisasikan kepada mahasiswa karena sebelumnya sempat terkendala pandemi corona sehingga sosialisasi belum maksimal. Kalau mahasiswa tahu pasti ambil karena kesempatan bagus, begitu lulus sudah pegang pengalaman kerja, magang penting bagi mahasiswa karena tidak perlu menunggu lulus kuliah,” pungkas Prof Farida. (nano)
Tinggalkan Komentar