Tape Singkong Pak Tino Desa Sanggang Sukoharjo, Jaga Tradisi Selama Lima Dekade

Sejumlah pekerja tengah mengupas singkong sebelum proses pembuatan tape home industri Sutino Tedjo di Desa Sanggang, Bulu.

Sukoharjonews.com – Siapa yang belum tahu tape singkong? Ya, makanan ini sebenarnya hampir sama dengan tape ketan, yang membedakan hanya bahannya saja. Memang, untuk tape singkong peredarannya tidak seluas tape ketan, namun jenis tape ini masih tetap eksis, termasuk di Kabupaten Sukoharjo.

Salah satu yang masih bertahan memproduksi tape singkong adalah Sutino Tedjo, warga Dukuh Dranjang, Desa Sanggang, Kecamatan Bulu. Pak Tino, demikian biasanya ia disebut, masih bertahan dengan usaha keluarga turun temurun yang telah beroperasi selama lebih dari lima puluh tahun.

Didirikan oleh orang tua Pak Tino tahun 1970, usaha ini dimulai dari resep tradisional yang diwariskan oleh orang tua. “Kami percaya bahwa kualitas bahan baku dan cara pembuatan yang tepat adalah kunci untuk mempertahankan cita rasa asli,” kata Pak Tino, Minggu (6/10/2024).

Kini, usaha pembuatan tape singkong ini telah melibatkan anggota keluarga lainnya, menjadikannya sebagai warisan yang terus dilestarikan. Untuk bahan baku tapenya sendiri Pak Tino membeli dari orang, dan biasanya membeli 1 hektar ketela. Untuk sehari sendiri home industri ini dapat memproduksi 3 kwintal tape.

“Proses pembuatan tape melibatkan beberapa tahapan: pengupasan, pencucian, perebusan, dan fermentasi, yang semuanya memakan waktu hingga tiga hari sebelum produk siap dijual,” terannya.

Untuk pemasaran, Pak Tino mengaku telah menjalin kerja sama dengan sebuah pabrik roti di Kecamatan Tawangsari. Selain itu, tape singkongnya juga dipasarkan di Pasar Tawangsari, serta melayani pesanan langsung dari konsumen melalui WhatsApp.

“kami juga menerima pesanan melalui WhatsApp, untuk porsi besar biasanya kami antar tanpa menggunakan biaya tambahan. Namun, untuk porsi kecil biasanya para konsumen mengambil langsung ke sini,” ungkapnya.

Soal harga, Pak Tino mengaku harganya sangat terjangkau, yakni Rp5.000 untuk satu plastik, Rp8.000 untuk satu mika, dan Rp10.000 untuk satu kilogram. Selain memproduksi tape, home industri ini juga sering dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang proses pembuatan tape.

Home industri Pak Tino bukan hanya sekadar usaha, tetapi juga simbol kebanggaan keluarga dan masyarakat lokal. Dengan terus berinovasi dan menjaga kualitas, mereka berharap usaha ini bisa bertahan dan berkembang lebih jauh lagi.

“Kami, berharap pemerintah dapat mendukung usaha ini dengan membantu membelikan alat-alat modern untuk mendukung usaha kami agar lebih berkembang lagi,” harap Pak Tino. (mg-01/nano)


How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *