Sukoharjonews.com – Pemkab Sukoharjo memathok target cukup tinggi untuk hasil produksi padi hingga akhir tahun nanti. Hingga akhir tahun ini, target produksi padi sebesar 304.648 ton gabah kering giling (GKG). Hingga September ini, produksi padi baru terealisasi sebesar 304.648 ton GKG atau 77%. Sedangkan untuk target tanam di 2017 ini seluas 54.138 hektar (Ha) atau 84% dari target 64.190 Ha.
“Walaupun target tanam baru terealisasi 84% dari target, pada Desember nanti saya optimistis target produksi bakal tercapai 100%,” terang Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo Netty Harjianti saat tanam serentak dan peluncuran Klaster Pertanian Modern Berbasis “Corporate Farming” di Desa Dalangan, Tawangsari, Selasa (3/10).
Dikatakan Netty, produktivitas padi pada masa panen Oktober sampai Desember nanti diprediksi lebih tinggi dari masa panen Januari sampai September. Untuk mencapai target tersebut, diakui Netty tidak didapat secara instan. Antara lain petani melakukan pengembangan inovasi baru di bidang pertanian melalui kelompok tani dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman.
Selain itu, ujarnya, peningkatan kesuburan tanah dengan penambahan bahan organik, mekanisasi budidaya padi melalui modernisasi pertanian, serta penerapan pengelolaan tanaman terpadu. Dinas sendiri juga terus berusaha meningkatkan sasaran luas tambah tanam.
Sedangkan Bupati Sukoharjo H Wardoyo Wijaya SH MH menyampaikan, Kabupaten Sukoharjo berkomitmen untuk mempertahankan luasan lahan lestari yang mencapai 23.000 ha lebih. Dari jumlah tersebut, yang ditanami padi mencapai 20.000 ha lebih. Meski hanya 20 ribu ha lebih, selama ini Sukoharjo dikenal sebagau lumbung padi di Jateng.
“Sukoharjo menjadi lumbung padi di Jatenng karena selama ini bisa panen tiga kali dalam setahun. Kondisi tersebut memnbuat Sukoharjo menjadi daerah penghasil padi dan selalu surplus,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Wardoyo juga mengapresisi Dinas Pertanian dan Perikanan yang mengembangkan pertanian modern. Menurutnya, apa yang diterapkan di Desa Dalangan tersebut merupakan yang pertama di Sukoharjo. Wardoyo menilai, hal itu harus dibanggakan karena memberikan pengertian pada petani untuk melakukan modernisasi sangat susah.
“Dengan pertanian modern justru lebih irit dibanding sistem manual. Jika manual, untuk lahan saru hektar menghabiskan biaya sekitar Rp10 juta kalau modern hanya sekitar Rp6 juta dengan hasil yang juga lebih besar,” tambahnya. (erlano putra)
Facebook Comments