Sukoharjonews.com (Gatak) – Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) rotan di Desa Trangsan mengalami masalah permodalan. Kondisi tersebut mengakibatkan jumlah perajin mengalami penurunan cukup drastis. Kondisi diperparah dengan ketatnya persaingan produk rotan dari China. Untuk meringankan beban, perajon rotan berharap ada sibsidi dari pemerintah mengenai bahan baku.
“Persaingan produk rotan semakin ketat karena produk rotan pesaing dihasilkan oleh pabrik besar. Sedangkan produk rotan Indonesia masih mengandalkan produk UMKM,” jelas Kepala Desa Trangsan, Sriyana, Rabu (28/3).
Meski masih mengandalkan produk UMKM, selama ini produk rotan dari Trangsan sudah mampu menembus pasar internasional. Saat ini, pesaing utama berasal dari produk China yang juga sudah beredar di pasar internasional. Produk dari China sendiri disebut memiliki kualitas dan bahan lebih baik dari hasil pelaku UMKM Trangsan, Gatak. Ironisnya, bahan baku yang dipakai oleh pabrik dari Tiongkok berasal dari sejumlah daerah di Indonesia seperti Sulawesi dan Kalimantan.
Informasi, ujar Sriyana, pabrik penghasil mebel rotan asal China mendapatkan subsidi bahan baku dari pemerintah setempat. Pengusaha membeli bahan baku dengan kualitas baik dari Indonesia dengan dibantu sebagian pembayarannya oleh pemerintah. Sedangkan pelaku UMKM di Indonesia termasuk di Trangsan, Gatak harus membeli dengan biaya sendiri.
“Perajin rotan Trangsan ada yang sampai mencari pinjaman modal untuk membeli bahan baku. Sedangkan di China, rotan sudah diolah oleh pabrikan dan bahan bakunya disubsidi pemerintah. Kami minta pemerintah Indonesia peduli pada pelaku UMKM dengan membantu subsidi bahan baku,” paparnya.
Dikatakan Sriyana, pemerintah Desa Trangsan, Kecamatan Gatak bersama paguyuban atau pelaku UMKM rotan sudah pernah meminta secara resmi pada pemerintah pusat. Namun, sampai sekarang permintaan tersebut belum dikabulkan. Sebenarnya, ujar Sriyana, bahan baku rotan melimpah di Indonesia tapi justru dipakai dan diolah oleh negara lain dan setelah produk jadi dijual lagi di Indonesia.
“Ini sangat ironis padahal kalau pelaku UMKM seperti di Trangsan, Gatak ini dikembangkan maka bisa mengguntungkan,” ujarnya.
Dia menambahkan, di Desa Trangsan, Gatak sendiri dalam sejarahnya pernah ada sekitar 400 perajin atau pelaku UMKM dengan puluhan ribu tenaga kerja. Namun, sekarang jumlahnya menurun drastis karena tinggal sekitar 100 orang perajin. Penurunan drastis disebabkan karena terkendala modal dan bahan baku. Saat ini, dia mengaku bahan baku sudah mudah didapat meski harus membeli sendiri. (erlano putra)
Tinggalkan Komentar