Ragam  

Momentum HDI, Difabel Berharap ada Sinergi Antara Pemerintah dan Swasta

Ilustrasi penyandag disabilitas saat menerima bantuan kursi roda beberapa waktu lalu.

Sukoharjonews.com (Sukoharjo) – Hari Difabel Internasional (HDI) diperingati tiap 3 Desember. Dengan momentum HDI, difabel Sukoharjo berharap ada sinergi antara pemerintah dengan swasta. Saat ini, pemerintah sudah memberikan komitmennya untuk penyandang difabel. Namun, komitmen tersebut juga harus didukung oleh swasta. Sehingga, kesetaraaan bagi difabel tidak hanya diterapkan oleh pemerintah saja, namun juga dilakukan oleh swasta.



“Kepedulian pemerintah sudah ada, salah satu contohnya dalam rekrutmen CPNS 2018 ini dimana ada kuota khusus bagi difabel,” ujar Ketua Paguyuban Difabel Sehati Sukoharjo Edy Supriyanto, Senin (3/11).

Dikatakan Edy, kepedulian pemerintah daerah dalam hal ini Pemkab Sukoharjo juga sudah bagus. Pasalnya, Sukoharjo sudah memberikan perlindungan dan pemenuhan hak difabel yang diatur dalam Perda No 7 tahun 2009 tentang Pemberdayaan Penyandang Cacat dan telah diubah dengan Perda No 18 tahun 2017 tentang Penyandang Disabilitas. Hal itu dijabarkan denga Peraturan Bupati tentang Aksesibilitas. Difabel, sejak tahun 2014 juga mendapatkan jaminan kesehatan tanpa kecuali yang tahun ini ditindak lanjuti dengan pengintegrasian difabel kedalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Soal JKN, diakui Edy sangat membantu difabel karena bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Sebelum JKN berlaku di tahun 2019 mendatang, Pemkab Sukoharjo juga telah memberikan fasilitas pelayanan kesehatan gratis melalui Jamkesda dalam program Kartu Difabel. “Pemkab Sukoharjo juga mengembangkan model desa inklusi dan telah menjangkau 40 desa melalui dukungan program peduli yang dikelola oleh Paguyuban Sehati Sukoharjo didukung oleh Lembaga The Asia Fondation (TAF),” terangnya.

Edy melanjutkan, tidak ada gading yang tak retak, dalam mewujudkan Sukoharjo inklusi dan ramah difabel masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bersama antara pemerintah daerah, masyarakat dan tentunya komunitas difabel. Edy menilai, untuk aksesibilitas balai desa, sebagian besar balai desa belum memiliki aksesibilitas sedangkan kelurahan sampai kantor bupati sudah ada, aksesibilitas gedung/kantor layanan umum swasta bisa dibilng 100% belum aksesibel, peraturan daerah mestinya berlaku kepada swasta juga seperti bank, asuransi, pusat perbelanjaan.

“Selain itu, pendidikan inklusi masih membutuhkan pembenahan baik dari aksesibilitas sekolah masih sangat minim, Guru Pendamping Khusus (GPK) yang belum ada, apalagi kurikulum dan pelaksanaan Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi. Juga, Desa inklusi yang baru menyentuh 28% atau baru 40 desa, dan baru di 50% kecamatan,” tambah Edy. (erlano putra)



How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments