Sukoharjonews.com -Indonesia memiliki budaya dan tradisi yang bermacam-macam. Tradisi tersebut sudah dilestarikan dari zaman dahulu hingga kini. Seiring berkembangnya zaman, tradisi tersebut terbelakangi dan tergantikan oleh pembaharuan-pembaharuan yang modern. Padahal, di era yang serba digital ini, seharusnya tradisi dan budaya Indonesia lebih berpotensi untuk berkembang dan bisa berpatisipasi penuh untuk menyebarluaskan tradisi yang sudah ditinggalkan oleh leluhur.
Dilansir dari Kementrian Agama RI, Minggu, (7/7/2024), tradisi yang sudah terbangun secara turun-temurun sebaiknya terus dilestarikan agar nilai-nilai luhur yang ada di lingkungan sekitar tetap terjaga. Kerukunan umat beragama juga dapat terwujud melalui kearifan lokal, sehingga nilai toleransi dapat ditanamkan pada generasi penerus.
Tradisi pada hakikatnya tindakan simbolis, sebagaimana pendapat Robertson Smith dalam Koentjaningrat (1987:67-68). Tindakan-tindakan simbiolis yang religius dari orang Jawa dapat dikelompokkan dalam tiga golongan. Pertama, tindakan simbiolis religius yang terbentuk karena pengaruh zaman mitos, atau disebut zaman kebudayaan asli Jawa. Kedua, tindakan simbolis religius yang terbentuk karena pengaruh zaman kebudayaan Hindu-Jawa.
Ketiga, tindakan simbiolis religius yang terbentuk karena mitos zaman kebudayaan Hindu-Jawa dan Jawa-Islam. Ketiga macam tindakan simbiolis tersebut pada kenyataannya sulit dipisahkan satu dengan lainnya, karena masing-masing dilaksanakan secara beruntun, mendarah daging, dan telah menjadi adat istiadat dan budaya Jawa.
Indonesia juga memiliki enam agama yang dipeluk mayoritas penduduk Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Setiap agama yang berkembang di Indonesia telah melakukan adaptasi dengan budaya setempat sehingga melahirkan tradisinya masing-masing.
Seperti halnya dikota Solo setiap tahunnya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menjalani tradisi peringatan Malam 1 Suro, dalam Kirab Pusaka 1 Sura Warsa Je 1958 Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, kebo bule Kyai slamet menjadi cucuk lampah.
Adapun, masyarakat umum dapat menyaksikan dengan menantinya di tepi rute jalan yang biasanya akan dilewati saat prosesi kirab Malam 1 Suro. (patrisia argi)
Tinggalkan Komentar