Ragam  

Menengok Sanggar Santi Budaya Sukoharjo, Konsisten Menjaga Warisan Tari Tradisional

Sanggar Santi Budaya Sukoharjo.

Sukoharjonews.com – Budaya adalah identitas bangsa, dan bagi Danung Susanti, seni tari adalah panggilan jiwa. Danung Susanti merupakan pendiri Sanggar Santi Budaya di Dukuh Kedungsari, Desa Kepuh, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Selama ini, Susanti telah mengabdikan hidupnya untuk melestarikan seni tari tradisional sejak tahun 1992.

Sanggar Santi Budaya sendiri didirikan ketika ia masih berstatus siswa kelas 2 di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI). Sanggar ini lahir dari mimpinya untuk memperkaya seni tari di Sukoharjo. Kala itu, belum ada sanggar tari di Kecamatan Nguter dan sekitarnya sehingga menjadikan Sanggar Santi Budaya pelopor yang membawa semangat baru dalam pelestarian seni tradisional.

Sanggar Santi Budaya berkembang menjadi pusat pembelajaran seni tari yang diminati banyak kalangan. Pada awal 2000-an, jumlah murid sanggar ini hampir mencapai 400 siswa. Kini, meskipun muridnya menurun menjadi sekitar 60 siswa, Sanggar Santi Budaya tetap aktif mengajarkan berbagai jenis tarian daerah seperti Gambyong, Tari Bondan, dan Sumandito.

Danung Susanti mengungkapkan, tantangan dalam mengelola sanggar cukup kompleks, terutama dalam memenuhi permintaan penampilan. Sering kali, acara pemerintah atau masyarakat meminta penari usia tertentu, seperti 17 tahun ke atas. Namun, mayoritas murid sanggar adalah siswa SD dan SMP. Untuk mengatasi ini, ia harus memilih murid dengan postur tubuh yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Disisi lain, persaingan antar sanggar tari di Sukoharjo menjadi dinamika yang selalu dihadapi. Namun, Sanggar Santi Budaya memiliki ciri khas tersendiri. Anak-anak di sanggar diajarkan tarian dengan tingkat kesulitan tinggi dan koreografi inovatif yang sering memukau penonton. Salah satu inovasi tersebut adalah tarian rancak yang ceria dan digemari anak-anak.

Sanggar ini juga pernah memiliki cabang di berbagai wilayah Sukoharjo. Namun, seiring bertambahnya usia pendiri, fokus kini dialihkan pada pengajaran tari di sanggar pusat.

Selama ini, reputasi Sanggar Santi Budaya telah melampaui batas kabupaten. Dalam Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N), sanggar ini meraih juara 1 hampir setiap tahun sejak 2010 hingga 2022, kecuali pada 2016 dan 2019 ketika mereka menjadi juara 2. Di ajang bergengsi Yupi Got Talent, sanggar ini berhasil lolos ke final di Bogor dan meraih juara harapan 1 dari 5.353 peserta.

Selain itu, mereka juga sering menjuarai lomba di tingkat provinsi, seperti di Semarang, Temanggung, Wonogiri, dan Yogyakarta. Lomba-lomba ini menjadi bukti nyata kualitas dan dedikasi yang ditanamkan di sanggar.

Danung Susanti menekankan pentingnya peran generasi muda dalam melestarikan budaya. “Kalau bukan kita yang mencintai dan melestarikan seni budaya, siapa lagi?,” katanya dengan penuh semangat.

Ia pun mengajak anak-anak muda untuk menghargai seni tari sebagai warisan leluhur yang tak ternilai. Disinggung soal biaya belajar di Sanggar Santi Budaya, Danung Susanti mengaku sangat terjangkau. Biaya pendaftaran Rp100.000, seragam Rp60.000, dan SPP Rp40.000 per bulan. Jadwal latihan diadakan setiap Sabtu pukul 14.00–16.00 WIB.

Sanggar Santi Budaya adalah simbol dedikasi dan perjuangan melestarikan seni tradisional. Dengan semangat yang terus menyala, Danung Susanti berharap karya-karyanya tetap hidup di tengah masyarakat, menjadi bagian dari identitas bangsa yang tak pernah pudar. (mg-02/nano)


How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *