Sukoharjonews.com – Disebut “Buk Londo” karena merupakan peningkatan zaman Belanda. Buk ini berada di Dukuh Tinggen, Desa Bentakan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. Buk ini menjadi peninggalan bersejarah yang masih menarik perhatian masyarakat.
Buk ini diketahui dibangun pada tahun 1917. Buk Londo memiliki panjang sekitar 50 meter dan dilengkapi dengan terowongan berdiameter 1,5 meter yang berada di bawah jembatan. Sebagai salah satu warisan dari pemerintah kolonial Belanda, bangunan ini merupakan bagian dari infrastruktur yang mendukung perkembangan perkebunan tebu dan tembakau di kawasan tersebut.
Sejarah mencatat bahwa pada masa kejayaannya, wilayah Baki dikelilingi oleh empat pabrik besar yang memproduksi gula dan tembakau, yaitu Bentakan, Gawok, Baki Pandeyan, dan Temulus.
Buk Londo berfungsi sebagai saluran irigasi yang mengalirkan air dari Kali Baki ke perkebunan-perkebunan tersebut. Pembangunan Buk Londo merupakan bagian dari upaya pemerintah kolonial Belanda untuk meningkatkan produktivitas pertanian di daerah Baki.
Nama “Buk Londo” sendiri berasal dari bahasa Belanda yang berarti “jembatan”. Dalam konteks masyarakat Jawa, kata “buk” sering digunakan untuk menyebut tempat-tempat berkumpul dan bersantai. Meskipun saat ini Buk Londo sudah tidak berfungsi seperti dulu, warga sekitar telah mengubahnya menjadi objek wisata baru.
Dengan latar belakang sejarah yang kaya dan keindahan alam sekitar, Buk Londo menawarkan pengalaman unik bagi siapa saja yang ingin mengenal lebih dekat sejarah kolonial Belanda di Indonesia. Dengan menambahkan kursi, meja, dan saung, lokasi ini kini menarik minat pengunjung yang ingin mengabadikan momen di tempat bersejarah tersebut.
Kondisi bangunan yang tua dan berlumut justru menambah daya tarik Buk Londo sebagai spot foto. Warga setempat juga telah melakukan renovasi dua kali untuk menjaga keberlanjutan tempat ini sebagai destinasi wisata karena derasnya aliran kali Baki membuat jembatan peghubung menjadi roboh.
Dengan keadaan lokasi saat ini, Buk Londo dipenuhi oleh semak belukar dan aliran sungai kali Baki yang deras karena musim penghujan membuat minat pengunjung turun. “Tempat ini semakin sepi oleh pengunjung, hanya warga lokal saja yang bersantai di saung,” ungkap Martini, seorang warga setempat, Minggu (22/12/2024).
“Buk ini sudah kurang lebih 2 tahun di kelola oleh masyarakat, biasanya pengunjung paling ramai pada Sabtu dan Minggu saja,” tambahnya. (mg-03/nano)
Tinggalkan Komentar