Sukoharjonews.com (Bendosari) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Rakor Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Sukoharjo. Kegiatan digelar di Lantai 10 Gedung Menara Wijaya, Rabu (24/3/2021). Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyampaikan jika KPK akan memonitoring delapan sektor untuk mencegah korupsi. Dari delapan itu, sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) menjadi sektor paling rawan terjadinya korupsi.
“Delapan sektor itu masing-masing perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, pelayanan terpadu satu pintu, kapabilitas APIP, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, manajemen aset daerah, serta tata kelola dana desa,” terang Alex.
Dikatakan Alex, dari delapan itu dipetakan berdasarkan kajian pada titik paling rawan, yang sering muncul kasus-kasus korupsi. Misalnya perencanaan anggaran, umumnya yang terlibat adalah anggota DPRD, baik pusat atau daerah. Sering kali, ujar Alex, dalam proses perencanaan kegiatan yang direncanakan bukan mengakomodir kepenetingan masyarakat karena seringkali mengaokmodir pihak pihak-pihak tertentu.
“Kalau perencaannya sudah diatur pasti pelaksaannya tidak jelas, hanya formalitas. Bisa mark up, spek diturunkan,” ujarnya.
Alex juga mengatakan, dari delapan sekror itu, sektor paling rawan terjadi korupsi adalah PBJ. Dalam PBJ bisa terjadi persekongkolan, baik antara pengusaha dengan petugas lelang atau bisa sesama pengusaha. Kalau sesama pengusaha itu, antara lain dengan bagi-bagi wilayah dimana sudah banyak sekali kasus. Untuk menghidari korupsi, proses lelang PBJ harus akuntabel dan transparan.
Sektor lainnya yang juga rawan adalah terkait perizinan dimana ada titik celah untuk melakukan korupsi. Bisa berupa suap dari pengusaha agar izin tertentu bisa cepat keluar, dan lainnya.
“Tapi, sering juga pengusaha tidak ada cara lain selain memberikan sesuatu agar izin lancar. Contoh pengembang ingin membangun perumahan di lokasi tertentu dimana lokasi itu jelas-jelas tidak boleh karena lahan hijau, tapi pengenbang memaksa hingga akhirnya menyuap pejabat agar izin keluar,” paparnya
Disisi lain, ada juga pemerasan oleh pejabat atau birokrat yang seakan-akan mengisyaratkan izin tidak akan keluar jika tidak memberikan sesuatu. “Pengelolaan dana desa juga rawan. Rata-rata tiap desa menerima Rp1 miliar, belum dari APBD. Banyak perkara korupsi terkait dana desa karena tidak semua kades memiliki kemampuan atau kapasitas untuk pengadministrasian keuangan yang baik,” kata Alex. (erlano putra)
Facebook Comments