Sukoharjonews.com – Masa remaja adalah masa yang unik dan formatif. Perubahan fisik, emosional, dan sosial, termasuk paparan kemiskinan, pelecehan, atau kekerasan, dapat membuat remaja rentan terhadap masalah kesehatan mental. Melindungi remaja dari kesulitan, mempromosikan pembelajaran sosial-emosional dan kesejahteraan psikologis, serta memastikan akses ke perawatan kesehatan mental sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan mereka selama masa remaja dan dewasa.
Dikutip dari WHO (World Health Organization), Senin (2/11/2024), secara global, diperkirakan satu dari tujuh (14%) anak usia 10–19 tahun mengalami gangguan kesehatan mental, namun gangguan ini sebagian besar belum dikenali dan tidak diobati. Remaja dengan kondisi kesehatan mental sangat rentan terhadap pengucilan sosial, diskriminasi, stigma (yang memengaruhi kesiapan mencari pertolongan), kesulitan pendidikan, perilaku mengambil risiko, kesehatan fisik yang buruk, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Salah satu faktor penentu kesehatan mental, gangguan emosional umum terjadi pada remaja. Gangguan kecemasan (yang mungkin melibatkan kepanikan atau kekhawatiran berlebihan) adalah yang paling umum dalam kelompok usia ini dan lebih umum terjadi pada remaja yang lebih tua daripada remaja yang lebih muda. Diperkirakan bahwa 4,4% dari remaja berusia 10–14 tahun dan 5,5% dari remaja berusia 15–19 tahun mengalami gangguan kecemasan. Depresi diperkirakan terjadi pada 1,4% remaja berusia 10–14 tahun, dan 3,5% dari remaja berusia 15–19 tahun.
Depresi dan kecemasan memiliki beberapa gejala yang sama, termasuk perubahan suasana hati yang cepat dan tidak terduga.Gangguan kecemasan dan depresi dapat sangat memengaruhi kehadiran dan pekerjaan sekolah. Penarikan diri dari lingkungan sosial dapat memperburuk isolasi dan kesepian. Depresi dapat menyebabkan bunuh diri.
Gangguan perilaku lebih umum terjadi pada remaja yang lebih muda daripada remaja yang lebih tua. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), yang ditandai dengan kesulitan memperhatikan dan/atau aktivitas berlebihan dan bertindak tanpa memperhatikan konsekuensinya, terjadi pada 2,9% remaja berusia 10–14 tahun dan 2,2% remaja berusia 15–19 tahun. Gangguan perilaku (melibatkan gejala perilaku merusak atau menantang) terjadi pada 3,5% remaja berusia 10–14 tahun dan 1,9% remaja berusia 15–19 tahun. Gangguan perilaku dapat memengaruhi pendidikan remaja dan meningkatkan risiko perilaku kriminal.
Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa, umumnya muncul selama masa remaja dan dewasa muda. Gangguan makan melibatkan perilaku makan yang tidak normal dan keasyikan dengan makanan, yang dalam banyak kasus disertai dengan kekhawatiran tentang berat badan dan bentuk tubuh. Anak perempuan lebih sering terkena daripada anak laki-laki. Gangguan makan dapat memengaruhi kesehatan fisik dan sering kali muncul bersamaan dengan depresi, kecemasan, dan gangguan penggunaan zat. Gangguan ini terjadi pada sekitar 0,1% anak berusia 10–14 tahun dan 0,4% anak berusia 15–19 tahun.
Gangguan ini dikaitkan dengan bunuh diri. Anoreksia nervosa dapat menyebabkan kematian dini, sering kali karena komplikasi medis atau bunuh diri, dan memiliki angka kematian yang lebih tinggi daripada gangguan mental lainnya.
Psikosis, kondisi yang mencakup gejala psikosis paling sering muncul pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Gejalanya dapat mencakup halusinasi atau delusi. Pengalaman ini dapat mengganggu kemampuan remaja untuk berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari dan pendidikan serta sering kali menyebabkan stigma atau pelanggaran hak asasi manusia. Skizofrenia terjadi pada 0,1% dari remaja berusia 15–19 tahun.
Bunuh diri dan menyakiti diri sendiri
Bunuh diri merupakan penyebab kematian ketiga pada remaja dan dewasa muda (usia 15–29 tahun). Faktor risiko bunuh diri beragam, dan mencakup penggunaan alkohol yang berbahaya, penyalahgunaan di masa kanak-kanak, stigma terhadap pencarian bantuan, hambatan dalam mengakses perawatan dan akses ke sarana bunuh diri. Media digital, seperti media lainnya, dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan atau melemahkan upaya pencegahan bunuh diri.
Perilaku pengambilan risiko
Banyak perilaku berisiko untuk kesehatan, seperti penggunaan zat terlarang atau perilaku seksual berisiko, dimulai pada masa remaja. Perilaku berisiko dapat menjadi strategi yang tidak membantu untuk mengatasi kesulitan emosional dan dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik remaja.
Kaum muda sangat rentan terhadap perkembangan pola penggunaan zat berbahaya yang dapat bertahan sepanjang hidup. Pada tahun 2019, prevalensi penggunaan alkohol di kalangan remaja berusia 15–19 tahun tinggi di seluruh dunia (22%) dengan sedikit sekali perbedaan gender, dan menunjukkan peningkatan konsumsi di beberapa wilayah.
Penggunaan tembakau dan ganja merupakan masalah tambahan. Banyak perokok dewasa yang pertama kali merokok sebelum berusia 18 tahun. Pada tahun 2022, prevalensi penggunaan ganja di kalangan remaja lebih tinggi daripada orang dewasa secara global (masing-masing 5,5% dibandingkan dengan 4,4%).
Melakukan kekerasan merupakan perilaku berisiko yang dapat meningkatkan kemungkinan rendahnya pencapaian pendidikan, cedera, keterlibatan dalam kejahatan atau kematian. Kekerasan interpersonal menduduki peringkat teratas penyebab kematian remaja yang lebih tua pada tahun 2021.
Promosi dan pencegahan
Intervensi promosi dan pencegahan kesehatan mental bertujuan untuk memperkuat kapasitas individu dalam mengatur emosi, meningkatkan alternatif terhadap perilaku pengambilan risiko, membangun ketahanan dalam mengelola situasi sulit dan kesulitan, serta mendorong lingkungan sosial dan jaringan sosial yang mendukung.
Program-program ini memerlukan pendekatan bertingkat dengan berbagai platform penyampaian – misalnya, media digital, lingkungan perawatan kesehatan atau sosial, sekolah atau masyarakat – dan berbagai strategi untuk menjangkau remaja, terutama yang paling rentan.
Deteksi dan pengobatan dini
Sangat penting untuk memenuhi kebutuhan remaja dengan masalah kesehatan mental. Menghindari pelembagaan dan pengobatan berlebihan, memprioritaskan pendekatan nonfarmakologis, dan menghormati hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa dan instrumen hak asasi manusia lainnya adalah kunci kesehatan mental remaja. (mg-04/nano)
Facebook Comments