Kerja Sama PDIP dan Gerindra di Pilkada Sukoharjo Membuat Parpol Lain Mati Kutu

Ilustrasi Maskot Pilkada Sukoharjo 2024.

Sukoharjonews.com – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024 digelar pada 27 November mendatang. Kabupaten Sukoharjo menjadi salah satu kabupaten yang akan mengikuti Pilkada serentak ini.

Beberapa bulan menjelang pesta demokrasi tersebut, dinamika politik di kabupaten terkecil kedua di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) ini pun mulai nampak. Selain partai politik (parpol) yang mulai saling lirik dan melakukan komunikasi, kandidat calon pun sudah bermunculan.

Mengacu pada hasil pemilu legistatif 2024, PDIP menjadi parpol pemenang dengan meraih 21 kursi. Kemudian disusul Partai Gerindra dengan enam kursi, Golkarenam kursi, PKS lima kursi, PKB dan PAN masing-masing tiga kursi, dan Partai NasDem satu kursi.

Sesuai Pasal 40 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati dan Wali Kota-Wakil Walikota, Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Karena jumlah kursi di DPRD Sukoharjo sebanyak 45 kursi, maka parpol atau gabungan parpol minimal harus memiliki sembilan kursi untuk bisa mengusung calon. Melihat hasil Pileg 2024 di Sukoharjo, maka hanya PDIP yang bisa mengusung calon sendiri tanpa harus berkoalisi.

Koalisi
Lobi-lobi politik pun telah dilakukan parpol yang memiliki kursi di DPRD. Bahkan, Partai Golkar melangkah lebih dulu dengan menggaet bakal calon bupati, yakni Harjanto yang kemudian diajukan ke DPP Partai Golkar untuk mendapatkan rekomendasi. Golkar pun juga mengajak PAN untuk berkoalisi agar bisa mengajukan pasangan calon. Jika keduanya berkoalisi, maka jumlah kursi keduanya adalah sembilan sehingga memnuhi syarat minimal. Namun, koalisi Golkar dan PAN belum ada kejelasan.

PDIP pun juga melakukan penjaringan dan menghasilkan tiga bakal calon bupati, masing-masing Etik Suryani (petahana bupati), Agus Santosa (petahana wakil bupati), dan Danur Sri Wardana (anggota DPRD PDIP).

Kemudian, sejumlah parpaol lain juga tidak mau ketinggalan. Tiga parpol bersepakat berkoalisi, yakni PKS, PKB, NasDem dimana ketiganya juga memiliki sembilan kursi dan memenuhi syarat mengusung pasangan calon. Namun, koalisi ini belum menentukan apakah akan mengusung pasangan sendiri atau membentuk koalisi yang lebih besar.

Disaat koalisi tiga parpol tersebut belum menentukan sikap, PDIP membuat gebrakan yang cukup mengejutkan. Pasalnya, PDIP nampak berusaha mengamankan Pilkada 2024 dengan menggandeng Gerindra yang merupakan pemenang kedua dalam Pileg 2024. Namun, kedua parpol ini tidak menyebut sebagai koalisi, namun kerja sama.

Meski begitu, kerja sama tersebut masih setengah hati karena ada klausul yang menyebutkan jika keputusan final kerja sama menunggu keputusan DPP partai. Dalam kerja sama antar parpol tersebut, siapapun bakal calon PDIP yang memperoleh rekomendasi akan dipasangkan dengan calon dari Gerindra yang mengambil posisi wakil bupati.

Informasi yang berkembang, bakal calon wakil bupati dari Gerindra diberikan kepada Eko Sapto Purnomo sehingga menyisihkan Joko Santosa yang juga mendaftar di Gerindra. Bahkan, Ketua DPW Partai Gerindra Jateng, Sudaryono dalam sebuah kesempatan acara di Sukoharjo juga menyebut Eko Sapto Purnomo sebagai bakal calon wakil bupati dari Gerindra.

Disisi lain, dari tiga bakal calon bupati PDIP, kans terbesar ada di petahana Etik Suryani dan Agus Santosa tanpa mengesampingkan nama Danur Sri Wardana. Bahkan, di media sosial sudah beredar nama Etik Suryani-Eko Sapto Purnomo bakal berpasangan dalam Pilkada Sukoharjo.

Manuver
Keputusan PDIP menggandeng Gerindra otomatis membuat parpol lain ibarat mati kutu. Pasalnya, bergabungnya Gerindra ke PDIP membuat Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam Pilpres 2024 tidak berlanjut di Sukoharjo. Padahal, awalnya KIM digadang-gadang akan berlanjut di Pilkada Sukoharjo untuk mengadang PDIP.

Saat PDIP memutuskan kerja sama dengan Gerindra, kandidatnya pun melakukan manuver. Hal itu dilakukan oleh Agus Santosa yang “membajak” Harjanto untuk dijadikan pasangan wakil bupati. Padahal, sejak awal Golkar memposisikan Harjanto sebagai kandidat calon bupati. Saat ini, banner pasangan Agus Santosa-Harjanto (AHA) pun sudah bermunculan.

Koalisi PDIP dan Gerindra otomatis membuat parpol lain berpikir ulang untuk menatap Pilkada. Pasalnya, koalisi tersebut sangat kuat karena diatas kertas PDIP menguasai 21 kursi dan Gerindra enam kursi sehingga diatas kerta akan dengan mudah memenangkan Pilkada. Terlebih lagi, Gerindra masih memiliki euforia setelah kemenangan Prabowo Subianto dalam Pilpres.

Parpol lain wajib pusing karena koalisi yang muncul tentunya tidak hanya sebatas di Pilkada. Koalisi pastinya juga akan dibawa hingga DPRD. Jika koalisi PDIP-Gerindra menang Pilkada, koalisi tersebut juga akan mendominasi DPRD sehingga parpol lain hanya bisa jadi penonton.

Menyikapi koalisi PDIP dan Gerindra tersebut parpol lain mungkin memiliki dua opsi yang bisa diambil. Pertama, parpol lain diluar PDIP dan Gerindra membentuk koalisi besar untuk melawan. Namun, opsi ini tidak mudah diwujudkan karena belum tentu semua parpol akan setuju. Parpol pastinya akan menimbang untung rugi jika memilih opsi tersebut.

Opsi kedua, parpol lain mencari aman dengan bergabung dengan koalisi PDIP dan Gerindra. Bukan hal yang mengejutkan jika ke depan ada kabar seperti PKS, PKB, atau bahkan PAN justru mendukung pasangan PDIP dan Gerindra siapapun yang akan maju.

Namun, saat ini yang terpenting adalah siapa bakal calon dari PDIP yang bakal menerima rekomendasi karena hal ini akan menjadi penentu langkah selanjutnya. Apakah Etik Suryani, Agus Santosa, atau Danur Sri Wardana?. Mari kita tunggu sembari ngopi. (*)

Oleh:
Nano Sumarno
Pemimpin Redaksi Sukoharjonews.com

Nano Sumarno:
Tinggalkan Komentar