Sukoharjonwes.com (Jakarta) – Terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit proyek Bank Jateng Cabang Jakarta tahun 2017-2019, Bareskrim Polri melakukan penahanan terhadap dua tersangka. Penahanan dilakukan terhadap Dirut PT Samco Indonesia, Boni Marsapatubiono dan Dirut PT Mega Daya Survey Indonesia, Welly Bordus Bambang.
“Penahanan ini merupakan pengembangan dari terpidana Bina Mardjani, pimpinan Bank Jateng cabang Jakarya yang telah divonis Pengadilan selama 7 tahun. Terhadap yang bersangkutan telah dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Cabang Bareskrim Polri,” jelas Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, dikutip dari laman Humas Polri, Rabu (26/10/2022).
Dikatakan Dedi, perkara yang menjerat tersangka Boni Marsapatubiono berawal saat tahun 2017 mengajukan fasilitas kredit proyek pada Bank Jateng Cabang Jakarta sebesar Rp74,5 miliar untuk lima proyek. Pengajuan tersebut pun disetujui.
“Adapun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral,” jelas Dedi.
Dedi menuturkan, dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum, yakni persayaratan yang tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit.
“Terhadap kelima proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi Kolektibilitas 5 (macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp71.279.545.538. Adapun jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp2.681.583.434,” katanya.
Sementara untuk tersangka Welly Bordus Bambang pada tahun 2018-2019 telah mengajukan 7 fasilitas kredit ke Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp57 miliar.
Adapun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari presentase cash collateral.
Dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum yakni persayaratan tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit serta jaminan/SPK Fiktif).
“Terhadap seluruh proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi kolektibilitas 5 (macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp62.216.924.108. Jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp5.764.266.105,” katanya.
Saat ini, kata Dedi, penyidik masih mendalami perkara TPPU atas perkara aquo. Kedua tersangka pun dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (nano)
Tinggalkan Komentar