Sukoharjonews.com (Jakarta) – Sesuai perhitungan dan rekomendasi yang diperoleh dari hasil kajian, pengunjung Taman Nasional Komodo dibatasi kurang lebih 200.000 orang per tahun dengan sistem manajemen kunjungan yang terintegrasi berbasis reservasi online. Untuk kompensasi biaya konservasi sebagai upaya penguatan fungsi sebesar Rp3.750.000 per orang per tahun yang akan diterapkan secara kolektif tersistem Rp15 juta per 4 orang per tahun). Kebijakan mulai berlaku per 1 Agustus 2022.
“Kami berharap, dengan diberlakukannya pembatasan kunjungan dan kompensasi biaya konservasi dapat menumbuhkan perilaku pariwisata yang lebih sadar di lingkungan Taman Nasional Komodo. Tentunya, untuk penguatan fungsi di kawasan Taman Nasional Komodo perlu sinergitas antar lembaga, dan multisektoral sebagai penjaga gerbang dan pelindung Taman Nasional Komodo,” jelas Carolina Noge, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo, dalam siaran pers yang diterima Sukoharjonews.com, Rabu (29/6/2022).
Pembatasan dan manajemen kunjungan tersistem tersebut sebagai wujud perlindungan, pengaturan, dan tata kelola kawasan Taman Nasional Komodo. Hal itu mengingat jumlah kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo selalu naik dari tahun ke tahun tanpa adanya pembatasan pengunjung sehingga mengancam keberadaan dan kelestarian biodiversitas di Taman Nasional Komodo.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia bersama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur kemudian melaksanakan Program Penguatan Fungsi sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam upaya menjaga keutuhan nilai jasa ekosistem Taman Nasional Komodo.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, menyampaikan terkait dengan urgensi dalam penguatan fungsi, Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Kawasan Perairan Sekitarnya tetap dibuka namun dengan pembatasan dan manajemen kunjungan tersistem sebagai upaya perlindungan, pengaturan, dan tata kelola kawasan Taman Nasional Komodo.
“Hal itu bertujuan untuk mengajak masyarakat secara kolektif beralih ke pariwisata berkelanjutan yang lebih sadar akan dampak aktivitasnya, dan bahwa daya tarik wisata dan kelestarian konservasi dapat hidup berdampingan,” ujarnya.
im Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo, Irman Firmansyah, mengatakan ada beberapa isu yang perlu menjadi perhatian jika ingin memelihara nilai jasa ekosistem demi kelangsungan hidup Komodo. Isu yang utama adalah pengelolaan sampah, sistem perlindungan dan keamanan, serta tata kelola kawasan yang perlu melibatkan berbagai lembaga multisektoral.
“Jika upaya konservasi yang ketat tidak diperkenalkan dan wisatawan tidak mulai dibatasi, kita akan melihat penurunan yang signifikan dalam nilai jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar,” ujarnya.
Seperti diketahui, Taman Nasional Komodo dideklarasikan sebagai “Situs Warisan Dunia” oleh UNESCO pada tahun 1991 dan menerima gelar kehormatan sebagai salah satu dari “Tujuh Keajaiban Alam Baru” pada tahun 2012.
Saat ini, wilayah dataran yang merupakan rumah bagi biodiversitas lainnya, ular, berbagai jenis burung termasuk kakatua kecil jambul kuning yang statusnya ‘Terancam Punah’ atau Critically Endangered (IUCN), serta habitat bagi komodo, biawak hidup terbesar yang masih bertahan hidup di antara binatang purba lainnya (fosil paling awal yang diketahui muncul sekitar 3,8 juta tahun yang lalu).
Komodo yang statusnya ‘Terancam Punah’ atau Critically Endangered (IUCN) merupakan spesies endemik Indonesia yang habitatnya hanya ada di Taman Nasional Komodo serta di dataran rendah pesisir utara dan barat Pulau Flores dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. (nano)
Tinggalkan Komentar