Harga LPG Non Subsidi Naik, Diprediksi Banyak Yang Migrasi ke LPG Subsidi

Rakor distribusi BBM dan LPG dibuka Bupati Sukoharjo, Etik Suryani, Kamis (14/4/2022).

Sukoharjonews.com (Bendosari) – Naiknya harga LPG non subsidi sejak bulan Februari lalu diprediksi banyak arga yang beralih menggunakan LPG bersubsidi. Kondisi tersebut membuat penggunaan LPG bersubsidi meningkat. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Sukoharjo, Iwan Setiyono, saat Rakor Distribusi BBM dan LPG di Lantai 10 Menara Wijaya, Kamis (14/4/2022).

“Keputusan pemerintah menaikkan harga LPG non subsidi berpotensi meningkatnya penggunaan LPG bersubsidi sehingga terjadi peralihan yang bisa berdampak pada kelanggaan LPB bersubdidi,” terang Iwan.

Iwan juga mengatakan, rakor tersebut dalam rangka untuk menjamin ketersediaan BBM dan LPG di Kabupaten Sukoharjo khususnya menjelang Lebaran 2022. Juga untuk menyamakan persepsi terkait dengan keputusan pemerintah yang menaikkan harga Pertamax dan menjadikan Pertalite sebagai BBM JBKP yang berdampak pada pelarangan pembelian BBM jenis Pertalite dengan jerigen untuk diperjualbelikan oleh pegecer.

Saat ini, ujar Iwan, BBM didistribusikan pada 29 SPBU dan 34 Pertashop yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Untuk distribusi LPG, dilakukan pada 18 agendan 1.159 pangkalan.

Sedangkan Bupati Sukoharjo, Etik Suryani, menyampaikan, beberapa waktu lalu pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait kebaikan harga LPG non subsidi, kenaikan harga BBM Pertamax, dan kebijakan larangan pembelian Pertalite dengan menggunakan jerigen.

“Keputusan tersebut menyebabkan terjadinya migrasi atau peralihan penggunaan LPG non subsidi ke LPG bersubsidi sehingga kemungkinan dapat menyebabkan peningkatan pemakaian LPG bersubsidi sehingga bisa menyebabkan kelangkaan,” ujar Etik.

Menurutnya, pemerintah juga menaikkan harga Pertamax menjadi Rp12.500 per liter mulai 1 April 2022. Kenaikan harga Pertamax telah diperhitungkan pemerintah dengan beberapa pertimbangan, antara lain konsumen Pertamax merupkan warga negara dengan status sosial menengah keatas. Kondisi tersebut membuat daya beli lebih besar daripada daya beli masyarakat kelas bawah.

Selanjutnya, pada 5 April PT Pertamina mengeluarkan kebijakan larangan pembelian Pertalite menggunakan jerigen karena Pertalite ditetapkan sebagai jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) pengganti premium.

“Padahal selama ini pembelian Pertalite dengan jerigen telah dilakukan masyarakat antara lain oleh petani untuk BBM mesin pompa air, untuk penggilingan kelapa, dan lain. Termasuk pembelian dengan jerigen untuk diperjualbelikan kembali yang sebenarnya tidak diperbolehkan,” ujar Etik. (nano)

Nano Sumarno:
Tinggalkan Komentar