Fenomena Friend Zone: Kenapa Persahabatan Bisa Berubah Jadi Dilema Emosional?

Ilustrasi Friendzone (Foto: Pinterest)

Sukoharjonews.com – Fenomena “friend zone,” di mana satu orang merasakan ketertarikan romantis sementara yang lain hanya menginginkan hubungan pertemanan, menjadi topik yang semakin sering dibahas dalam penelitian psikologi dan sosial internasional. Menurut pakar hubungan dari berbagai studi, fenomena ini ternyata lebih kompleks daripada sekadar masalah cinta bertepuk sebelah tangan.

Berikut adalah beberapa pandangan mendalam mengenai friend zone dari perspektif internasional.

1. Mengapa Friend Zone Terjadi?
Menurut Dr. Heidi Reeder, seorang profesor komunikasi dari Boise State University, friend zone sering terjadi karena salah satu pihak merasa nyaman membangun hubungan emosional tanpa tekanan romantis, sementara pihak lain mulai mengembangkan perasaan yang lebih dalam. Dalam bukunya, “The Friend Zone: Why Friends Drift Apart and What to Do About It”, Reeder menjelaskan bahwa pola komunikasi yang hangat dan perhatian dalam persahabatan bisa secara tidak langsung menciptakan harapan romantis pada salah satu pihak. Penelitian ini mengungkap bahwa friend zone seringkali merupakan hasil dari perbedaan persepsi dan harapan dalam sebuah hubungan.

2. Dampak Psikologis bagi Mereka yang Terjebak dalam Friend Zone
Dikutip dari studi yang diterbitkan dalam Journal of Social and Personal Relationships, Minggu (10/11/2024) mengungkap bahwa friend zone dapat menimbulkan dampak psikologis seperti rendahnya harga diri dan perasaan terisolasi. Orang yang terjebak dalam friend zone kerap merasa ragu untuk menyatakan perasaannya, khawatir akan menghancurkan persahabatan yang telah terjalin. Hal ini dapat menyebabkan frustrasi emosional yang berkepanjangan. Menurut psikolog klinis dari Inggris, Dr. Linda Blair, friend zone mempengaruhi banyak orang dalam cara yang lebih serius daripada yang sering disadari.

3. Peran Gender dalam Fenomena Friend Zone
Studi dari The Journal of Experimental Social Psychology menunjukkan bahwa gender juga berperan dalam pola friend zone. Hasil riset ini mengungkapkan bahwa pria cenderung lebih sering terjebak dalam friend zone dibandingkan wanita. Beberapa teori mengatakan bahwa pria lebih sering menginterpretasikan kebaikan dalam persahabatan sebagai tanda ketertarikan romantis, sedangkan wanita lebih cenderung mampu mempertahankan batasan emosional dalam hubungan persahabatan. Namun, temuan ini tidak berlaku universal, karena semakin banyak kasus yang menunjukkan wanita juga bisa merasakan friend zone.

4. Bagaimana Menghadapi Friend Zone Secara Sehat?
Pakar hubungan menyarankan agar individu yang merasakan friend zone berusaha untuk berkomunikasi dengan jujur dan langsung kepada teman mereka tentang perasaan mereka. Meskipun sulit, pendekatan ini bisa mencegah kebingungan atau harapan yang tidak realistis. Psikolog Dr. Bella DePaulo, penulis Singled Out, menekankan bahwa keberanian untuk jujur pada diri sendiri dan orang lain dapat membantu memulihkan harga diri yang mungkin terpengaruh oleh situasi friend zone.

5. Manfaat dan Pelajaran dari Pengalaman Friend Zone
Meskipun friend zone sering dianggap sebagai pengalaman negatif, beberapa pakar mengungkapkan bahwa pengalaman ini juga bisa mengajarkan banyak hal. Misalnya, penelitian yang dilakukan di University of Kansas menyatakan bahwa melalui friend zone, seseorang bisa lebih memahami pentingnya batasan, mengembangkan ketahanan emosional, dan belajar menerima kenyataan bahwa tidak semua hubungan pertemanan berkembang menjadi romansa.

Kesimpulannya, friend zone adalah fenomena yang kompleks, menyentuh aspek emosional yang mendalam dalam hubungan manusia. Baik pria maupun wanita, terjebak dalam friend zone adalah bagian dari pengalaman hidup yang bisa mendewasakan dan memperkaya pemahaman tentang cinta dan pertemanan. (mg-02/nano)

Nano Sumarno:
Tinggalkan Komentar