Sukoharjonews.com (Nguter) – PT Rayon Utama Makmur (RUM) Sukoharjo tinggal memiliki 12 hari lagi untuk menyelesaikan masalah bau limbah. Pabrik raksasa di Kawasan Industri Nguter (KIN) di Desa Plesan, Kecamatan Nguter, Sukoharjo itu tengah mengembangkan sistem untuk mengatasi bau limbah yang meresahkan tersebut.
Secara umum, pabrik rayon tersebut menghasilkan limbah cair dan gas atau bau yang selama ini meresahkan warga. Untuk mengatasi bau limbah tersebut, Tim Ahli dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menerapkan dua cara. Ketua Prodi S3 Ilmu Lingkungan Pascasarjana UNS Solo, Prabang Setyono mengatakan, untuk mengatasi masalah bau tersebut, pihaknya mengandalkan mikroba dan pengabutan (spray).
Pihaknya melakukan “treatment” yang dalam prosesnya dicampurkan mikroba ke dalam limbah cair di lokasi Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) cair. Mikroba tersebut berfungsi untuk menghilangkan unsur S (Sulfur) dalam H2S yang diyakini menjadi penyebab bau. Pihaknya akan secara kontinyu mencampurkan mikroba tersebut dan akan ditambah sesuai kebutuhan.
“Microba ini makanannya S (Sulfur). Kalau S dalam H2S itu sudah dimakan mikroba, S (Sulfur) akan berkurang secara drastis. Kalau nanti baunya sudah seperti bau kopi, berarti itu sudah bukan H2S,” jelasnya saat ditemui di PT RUM, Senin (5/2).
Prabang menjelaskan, penanganan bau limbah dilanjutkan di “chimney” atau cerobong. Sebelum gas dibuang melalui cerobong, diterapkan proses sprayer atau pengabutan. Bau diasumsikan seperti partikel yang terbawa udara. Pihaknya akan melakukan rekayasa untuk menangkap partikel tersebut.
Bau tersebut akan ditangkap dengan sistem mengabutkan air untuk membentuk dinding kabut. Bau dipaksa melewati dinding kabut tersebut. Logikanya, kata dia, setelah berinteraksi dengan air, bau akan jatuh dalam bentuk air karena tarikan gravitasi bumi.
“Harusnya air itu netral H2O, tapi karena ada H2S yang terlarut tadi, akhirnya menjadi H2OS4 (asam) di situ kami masukkan mikroba lagi dan diproses lagi. Ada tiga lapis proses, sehingga secara logika setelah rilis ke udara kandungan H2S sudah sangat minim atau sudah tidak bau lagi,” terangnya.
Terkait dengan bau yang tercium hingga radius berkilo-kilometer, Prabang mengakuinya. Menurutnya, sifat dari limbah gas tergantung suhu atau cuaca. Pada saat mendung atau hujan, bau akan tercium lebih menyengat. Yang jelas, setelah sistem yang dibuat sudah sempurna, bau tersebut akan sangat jauh berkurang bahkan hilang.
“Karena sistem pengabutan ini belum lama dibuat, masih harus selalu evaluasi. Kami selalu melakukan testimoni di masyarakat, ada yang bilang sudah berkurang banya dan masih bau di jam-jam tertentu bau. Informasi ini kami evaluasi dan kami buat list untuk menyempurnakan sistem ini. Karena itu kami membutuhkan informasi yang obyektif,” tuturnya.
Selain itu, di sekitar lokasi tersebut juga akan dilakukan penanaman pohon jenis Kantil dan Kemuning. Menurutnya, dua jenis tanaman tersebut bisa membantu menetralkan bau limbah. “Ketika nanti sudah berbunga, bau yang lolos dari sistem akan dinetralkan oleh odoran bunga tersebut,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk proses pengolahan limbah cair dinyatakan sudah memenuhi baku mutu air. “Kami juga akan membuat kolam ikan untuk membuktikan bahwa limbah cair sudah aman dibuang ke sungai. Logikanya, kalau ikan-ikan di kolam masih hidup berarti sudah aman,” tandasnya. (sofarudin)
Tinggalkan Komentar