Bolehkah Mencium Istri Ketika Berpuasa?

Hukum mencium istri saat berpuasa.(Foto: daily expres)

Sukoharjonews.com – Saat berpuasa, umat Islam diharuskan untuk menghindari segala macam hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, hingga hubungan badan suami istri. Bahkan hal terakhir itu bukan saja batal, tetapi dikenai denda kafarat. Lalu, bagaimanakah hukumnya jika mencium istri ketika berpuasa?


Dikutip dari Bincang Syariah, pada Jumat (21/3/2025), dalam kitab-kitab klasik, permasalahan ini telah banyak dibahas. Salah satunya adalah pernyataan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin:

ولا يفطر بقبلة زوجته ولا بمضاجعتها ما لم ينزل لكن يكره ذلك إلا أن يكون شيخا أو مالكا لإربه فلا بأس بالتقبيل وتركه أولى وإذا كان يخاف من التقبيل أن ينزل فقبل وسبق المني أفطر لتقصيره

Artinya: “Puasa seseorang tidak batal hanya karena mencium atau bersentuhan dengan istrinya, selama tidak sampai keluar mani. Namun, perbuatan ini makruh kecuali bagi orang yang sudah tua atau mampu mengendalikan dirinya, maka tidak masalah baginya mencium istrinya, meskipun lebih baik jika ditinggalkan. Tetapi jika seseorang khawatir bahwa ciuman tersebut bisa menyebabkan keluarnya mani, lalu tetap melakukannya hingga benar-benar keluar mani, maka puasanya batal karena kelalaiannya sendiri.”

Dari sini tak keliru jika dikatakan bahwa pertama, mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani. Kedua, hukumnya makruh, kecuali bagi orang yang sudah tua atau memiliki kendali diri yang baik. Ketiga, jika seseorang mencium istrinya dengan kekhawatiran akan keluar mani, lalu tetap melakukannya hingga keluar mani, maka puasanya batal dan ia bertanggung jawab atas kecerobohannya.


Pendapat ini juga sejalan dengan hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. yang artinya: “Nabi Saw. mencium istrinya saat berpuasa.” (HR. Bukhari Muslim).

Namun demikian, dalam riwayat lain dikatakan, “Ketika seorang pemuda bertanya tentang mencium istrinya saat berpuasa, Nabi Saw. melarangnya. Sedangkan ketika seorang yang lebih tua bertanya hal yang sama, Nabi Saw. membolehkannya”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Perbedaan ini menunjukkan bahwa hukum mencium istri saat berpuasa bergantung pada kemampuan seseorang dalam mengendalikan hawa nafsunya. Kaidah usul fiqh mengatakan:

الأصل بقاء ما كان على ما كان

Artinya: “Hukum asal suatu perkara tetap seperti keadaan sebelumnya.”


Selama tidak ada dalil yang secara tegas membatalkan puasa karena mencium istri, maka hukum asal puasa tetap sah. Namun, adanya unsur makruh menunjukkan bahwa perbuatan tersebut berisiko menjerumuskan seseorang ke dalam hal yang membatalkan puasa.

Perspektif Maqashid Syariah

Dari perspektif maqashid syariah, puasa memiliki tujuan utama yaitu tazkiyatun nafs (pensucian jiwa) dan pengendalian hawa nafsu. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).


Puasa tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan syahwat. Oleh karena itu, meskipun mencium istri tidak serta-merta membatalkan puasa, namun jika dapat mengarah pada keluarnya mani, maka bertentangan dengan tujuan utama puasa, yaitu pengendalian diri.

Dalam kasus ini, beberapa kaidah fikih dapat digunakan sebagai pertimbangan:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Artinya: “Menghindari kemudaratan lebih diutamakan daripada meraih manfaat.” Dengan kata lain, jika mencium istri berisiko tinggi membatalkan puasa, maka lebih baik ditinggalkan.

الوسائل لها أحكام المقاصد

Artinya: “Sarana dihukumi sesuai dengan tujuannya.” Kaidah ini menekankan bahwa, jika ciuman menjadi jalan menuju sesuatu yang diharamkan saat puasa, maka hukumnya juga bisa menjadi haram.

إذا اجتمع الحلال والحرام غلب الحرام

Artinya: “Jika yang halal dan haram bercampur, maka yang haram lebih didahulukan (dihindari).” Jika ada kemungkinan besar keluar mani, maka sebaiknya menghindari ciuman saat puasa.


Dari sini sudah jelas bahwa, pertama, mencium istri saat berpuasa tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani. Kedua, hukumnya makruh, kecuali bagi mereka yang sudah tua atau mampu mengendalikan nafsu.

Ketiga, jika ada kekhawatiran besar akan keluar mani, maka lebih baik meninggalkannya agar puasa tetap terjaga. Keempat, jika seseorang tetap melakukannya dan akhirnya keluar mani, maka puasanya batal dan ia bertanggung jawab atas kelalaiannya sendiri.


Akhirnya, dalam Islam, cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga adalah hal yang sangat dianjurkan. Namun, bulan Ramadhan mengajarkan kita tentang kontrol diri dan ketakwaan. Maka, sebaiknya setiap muslim yang berpuasa bisa bijak dalam mengekspresikan cinta tanpa mengorbankan kesempurnaan ibadahnya. Wallahu a’lam bishawab.(cita septa)


How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *