Sukoharjonews.com – Softlens atau lensa kontak bukan benda yang asing lagi di tengah-tengah kita. Biasanya softlens digunakan untuk tujuan kesehatan supaya meningkatkan kualitas penglihatan karena minus, silinder, dan keratokonus atau perubahan bentuk pada kornea.
Dikutip dari Bincang Syariah, pada Minggu (8/12/2024), prinsip dasar penggunaan barang yang bersentuhan dengan tubuh adalah mubah (diperbolehkan), kecuali jika terdapat dalil yang melarangnya. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Thabrani melalui jalur Abu Darda’:
“Apa saja yang Allah halalkan dalam Al-Quran, maka itu halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka itu haram; sedang apa yang Ia diamkan, maka dibolehkan (dimaafkan). Oleh karena itu, terimalah pengampunan dari Allah, sebab sesungguhnya Allah tidak akan lupa sedikit pun.”
Hadits ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang tidak diharamkan secara eksplisit oleh Allah atau Rasul-Nya secara default adalah halal.
Softlens dan Isu Mengubah Ciptaan Allah
Salah satu isu yang sering muncul terkait penggunaan softlens adalah apakah ini termasuk dalam larangan mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah), sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nisa: 119. Dalam ayat ini, setan berjanji untuk memerintahkan manusia mengubah ciptaan Allah sebagai bentuk penyesatan.
Namun, para ulama seperti Imam Al-Qurthubi dan ats-Tsa’labi menjelaskan bahwa perubahan yang bersifat sementara atau membawa manfaat tidak termasuk dalam larangan tersebut. Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan:
الْمَنْهِيُّ عَنْهُ إِنَّمَا هُوَ فِيمَا يَكُونُ بَاقِيًا، لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى، فَأَمَّا مالا يَكُونُ بَاقِيًا كَالْكُحْلِ وَالتَّزَيُّنِ بِهِ لِلنِّسَاءِ فَقَدْ أَجَازَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ مَالِكٌ وَغَيْرُهُ
“Larangan mengubah ciptaan Allah hanya berlaku pada perubahan yang bersifat permanen karena termasuk dalam kategori merusak ciptaan Allah. Sedangkan perubahan yang bersifat sementara, seperti penggunaan celak atau hiasan, diperbolehkan oleh para ulama, termasuk Imam Malik. (al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, jilid V, hal. 393).
Softlens yang digunakan untuk tujuan kesehatan atau mempercantik penampilan tanpa mengubah ciptaan Allah secara permanen jelas termasuk dalam kategori yang dibolehkan.
Lebih lanjut, ats-Tsa’labi dalam Tafsir al-Jawahir al-Hassan [III/287] menjelaskan bahwa:
وملاك تفسير هذه الآية أن كل تغيير ضار فهو داخل في الآية، وكل تغيير نافع فهو مباح
“Setiap perubahan yang membawa manfaat hukumnya boleh, sedangkan perubahan yang membawa kerugian hukumnya haram.”
Hal ini memperkuat argumen bahwa softlens tidak termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah yang terlarang, asalkan penggunaannya tidak menimbulkan mudarat.
Dimensi Estetika dalam Islam
Dalam Islam, mempercantik diri atau berhias diperbolehkan selama tidak melanggar syariat. Penggunaan softlens untuk tujuan estetika, seperti memperindah mata atau menyesuaikan warna lensa dengan pakaian, termasuk dalam kategori berhias yang mubah. Namun, penggunaannya tidak boleh disertai niat menipu atau berlebihan hingga melampaui batas kewajaran.
Sebagai contoh, Thahir bin ‘Asyur dalam Tahrir wa Tanwir mencontohkan praktik-praktik yang membawa manfaat seperti sunat, mencukur rambut, atau memotong kuku sebagai tindakan yang diperbolehkan meskipun mengubah bentuk alami tubuh. Ia menegaskan:
وَلَيْسَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ التَّصَرُّفُ فِي الْمَخْلُوقَاتِ بِمَا أَذِنَ اللَّهُ فِيهِ وَلَا مَا يَدْخُلُ فِي مَعْنَى الْحُسْنِ فَإِنَّ الْخِتَانَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ وَلَكِنَّهُ لِفَوَائِدَ صِحِّيَّةٍ، وَكَذَلِكَ حَلْقُ الشَّعْرِ لِفَائِدَةِ دَفْعِ بَعْضِ الْأَضْرَارِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ لِفَائِدَةِ تَيْسِيرِ الْعَمَلِ بِالْأَيْدِي، وَكَذَلِكَ ثَقْبُ الْآذَانِ لِلنِّسَاءِ لِوَضْعِ الْأَقْرَاطِ وَالتَّزَيُّنِ.
“Tindakan yang membawa manfaat dan diizinkan tidak termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah yang terlarang. Contohnya, khitan, mencukur rambut, memotong kuku, dan menusukkan anting pada telinga wanita, semuanya diperbolehkan karena memiliki manfaat kesehatan atau kemudahan dalam aktivitas.”
Perspektif Kesehatan dan Kehati-hatian
Selain memperhatikan aspek syariat, penggunaan softlens juga harus memperhatikan faktor kesehatan. Penggunaan yang tidak tepat, seperti tidak menjaga kebersihan atau memakainya terlalu lama, dapat menyebabkan iritasi atau infeksi pada mata. Dalam Islam, menjaga kesehatan adalah bagian dari kewajiban sebagai bentuk syukur atas amanah tubuh yang diberikan Allah. Rasulullah SAW bersabda:
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh menyebabkan bahaya.” (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu, pengguna softlens harus memperhatikan prosedur pemakaian yang benar, seperti mencuci tangan sebelum memasang atau melepas lensa, serta memastikan lensa dalam kondisi steril.
Dari berbagai penjelasan ulama dan pertimbangan syariat, dapat disimpulkan bahwa hukum memakai softlens dalam Islam, baik untuk tujuan kesehatan maupun estetika, hukumnya mubah (boleh). Softlens tidak termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah yang dilarang, selama penggunaannya bertujuan untuk kebaikan, tidak membawa mudarat, dan tidak melampaui batas kewajaran.
Namun, kehati-hatian tetap menjadi prioritas. Pengguna softlens harus memastikan bahwa alat ini digunakan dengan cara yang benar dan tidak membahayakan kesehatan mata. Dengan demikian, softlens dapat menjadi solusi praktis tanpa melanggar nilai-nilai syariat. Wallahu a’lam.(cita septa)
Tinggalkan Komentar