Sukoharjonews.com – Dua tahun sejak diluncurkan, “Proyek Lampu Hijau Google” mulai menarik perhatian dan membuat terobosan dalam dunia perencanaan kota berkelanjutan. Diungkapkan pada acara Sustainability ’23 yang diadakan perusahaan, inisiatif ini menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengubah sinyal lalu lintas biasa menjadi alat pelawan polusi.
Dilansir dari Gizmochina, Kamis (12/10/2023), jadi bagaimana cara kerjanya? Sederhananya, Google menerapkan pembelajaran mesin untuk memeriksa data Maps, mengukur kemacetan lalu lintas, dan waktu tunggu kendaraan di lampu lalu lintas.
Data ini kemudian melatih sistem AI untuk menyesuaikan waktu lampu lalu lintas, yang bertujuan untuk meminimalkan waktu menganggur dan sifat mulai-dan-berhenti berkendara di kota. Ini bukan hanya sekedar teknologi demi teknologi. Google mempunyai tujuan besar: membantu mitranya mengurangi satu gigaton emisi karbon pada akhir dekade ini.
Awalnya merupakan program percontohan di empat persimpangan di Israel, keberhasilan program ini—pengurangan penggunaan bahan bakar dan penundaan persimpangan hingga 20 persen—menyebabkan perluasan program ke 12 kota global. Lokasinya sekarang mencakup Rio de Janeiro, Manchester, dan Jakarta, dan Google berencana memperluas jangkauannya pada tahun 2024.
Yael Maguire, VP Geo Sustainability Google, mengatakan sistem ini unik dalam skalabilitas dan efektivitas biaya, sehingga menunjukkan potensi pengurangan kemacetan lalu lintas sebesar 30%. Terlebih lagi, para insinyur kota dapat mulai melihat dampaknya dalam beberapa minggu setelah penerapannya. Hasil dari Manchester menunjukkan tingkat emisi dan kualitas udara meningkat sebanyak 18%.
Tidak ketinggalan peran Google Maps di sini. Dengan mengoptimalkan rute, layanan ini telah mengurangi sekitar 2,4 juta metrik ton emisi karbon. Hal ini sebanding dengan mengesampingkan setengah juta mobil berbahan bakar bensin selama satu tahun penuh. Cukup mengesankan, bukan? (nano)
Facebook Comments