Sukoharjonews.com – Bergaul dengan lawan jenis bukanlah hal yang dilarang dalam Islam. Namun, pergaulan antar lawan jenis ini haruslah dilandasi dengan etika agar tidak melanggar syariat yang ada.
Dikutip dari Bincang Muslimah, pada Rabu (20/11/2024), hadist tentang perempuan adalah aurat dalam riwayat Imam al-Tirmidzi sebagai berikut:
باﺏ ﺑﻴﺎﻥ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺧﺮﻭﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻔﺎﺳﺪ : -3 ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ – ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ – ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻗﺎﻝ : ” ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻮﺭﺓ ﻓﺈﺫﺍ ﺧﺮﺟﺖ ﺍﺳﺘﺸﺮﻓﻬﺎ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ
Bab ketika perempuan keluar ke tempat fasad. “Dari Ibnu Mas’u ra dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perempuan itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata pria.”(HR. Tirmidzi).
Dalam Sunan Tirmidzi, hadis ini masuk dalam tema Bab ketika perempuan keluar ke tempat fasad. Fasad sendiri dalam Kamus al-Ma’ani artinya adalah kerusakan atau kebinasaan. Imam al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan bahwa maksudnya aurat di sini adalah ketika setan memperindahnya di mata laki-laki jika perempuan keluar ke tempat-tempat yang menimbulkan kerusakan. Misal berdua-duaan atau tempat-tempat yang memudahkan terjadinya maksiat. Maka berbeda jika ia pergi ke tempat-tempat belajar atau bekerja, karena ia menuju tempat-tempat yang baik.
Adab Perempuan Saat Berbicara dengan Laki-Laki
Kemudian dalam ayat al-Qur’an aurat perempuan digambarkan lewat suaranya
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu berbicara dengan lembut manja karena ia mampu menimbulkan keinginan kepada orang yang ada penyakit dalam hatinya dan sebaliknya ucapkanlah perkataan yang baik,(sesuai dan sopan). (QS. Al-Ahzab; 32).
Sayyid Quthb rahimahullah dalam Fi Dhilalil Qur’an berkata, Allah melarang mereka ketika berbicara dengan lelaki asing dengan sifat-sifat kewanitaan mereka. Yaitu kelembutan dan ketundukan yang membangkitkan syahwat lelaki dan menggelorakan nafsunya. Sehingga orang-orang yang berpenyakit hatinya pun berkeinginan dan bernafsu kepada mereka.
Perempuan menurut kodratnya memang memiliki suara lemah lembut. Atas dasar itu, memahami larangan di sini dalam arti membuat-buat suara lebih lembut lagi melebihi kodrat dan kebiasaanya berbicara. Cara berbicara demikian bisa dipahami sebagai menampakkan kemanjaan kepada lawan bicara yang pada gilirannya dapat menimbulkan hal-hal yang tidak direstui agama. Larangan ini tertuju kepada mereka jika berbicara kepada yang bukan mahram.
Hal senada sebagaimana penjelasan Imam Al-Maraghi dalam tafsirnya, bahwa ayat ini menerangkan adab perempuan ketika berbicara menghadapi seorang lelaki. Hendaknya jangan melembutkan perkataannya secara berlebihan sehingga orang yang dalam hatinya terdapat kerusakan ingin berberbuat tidak pantas, yaitu orang yang fasik dan munafik.
Jadi kedua nash tersebut menerangkan tentang adab perempuan ketika berbicara kepada lawan jenis, bukan larangan untuk menutup habis ruang gerak perempuan. Berdasarkan penjelasan tersebut, suara perempuan bukanlah aurat dan dia tidak dilarang bersuara dan mengeluarkan pendapatnya jika dilakukan dengan adab, sopan santun dan berwibawa. Sebab pada zaman Rasulullah pun, terdapat perempuan yang menjadi orator, perempuan karir, pengajar dan lain sebagainya.(cita septa)
Tinggalkan Komentar