Bagaimana Mengenali “Keputihan” dalam Islam?

Keputihan dalam islam.(Foto: helly media)

Sukoharjonews.com – Keputihan adalah lendir yang umumnya bening, keluar dari organ reproduksi wanita, namun bukan madzi dan mani. Baik karena syahwat maupun ketika aktivitas normal. Baik yang bersifat normal maupun karena penyakit. Para ulama menjelaskan hukum keputihan (ifrazat) sebagaimana ruthubah (lendir yang selalu membasahi organ reproduksi wanita).

Dikutip dari Bincang Syariah, pada Selasa (14/10/2024), Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifatus Saja’ menyebutkan bahwa keputihan yang dialami oleh seorang wanita terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan hukumnya. Pembagian ini mengacu pada sumber rujukan dari Imam As-Suyuti yang menjelaskan lebih rinci mengenai sifat dan asal keputihan tersebut. Menurutnya, jenis pertama adalah keputihan yang secara mutlak dihukumi suci. Jenis kedua dihukumi suci berdasarkan pendapat yang lebih sahih. Sedangkan jenis ketiga adalah keputihan yang dihukumi najis.

ثم اعلم ان رطوبة الفرج على ثلاثة اقسام طاهرة قطعا وهي الناشئة مما يظهر من المرأة عند قعودها على قدميها وطاهرة على الاصح
وهي ما وصل ذكر المجامع ونجسة وهي ما وراء ذلك.

Keputihan yang pertama, ia nampak atau terasa (maaf) di permukaan luar kemaluan seorang wanita. Maksudnya dari tempat yang terlihat ketika ia duduk untuk buang air kecil (duduk di atas dua kaki). Jadi, keputihan yang dirasakan muncul dari tempat tersebut dihukumi suci. Keputihan yang kedua, ia keluar dari (maaf) tempat sampainya kemaluan laki-laki saat berkumpul dengan istrinya. Jika keluarnya dari area tersebut, maka tetap dihukumi suci menurut pendapat yang lebih sahih. Keputihan yang ketiga, ia keluar dari dalam kemaluan perempuan.

Keputihan yang pertama adalah keputihan yang nampak atau terasa pada permukaan luar kemaluan wanita, tepatnya dari tempat yang terlihat ketika ia duduk untuk buang air kecil (duduk di atas dua kaki). Cairan keputihan yang muncul dari area ini dianggap suci karena berasal dari bagian luar tubuh yang masih terpapar udara luar dan bukan dari bagian dalam yang lebih dalam dari kemaluan.

Jenis keputihan kedua adalah cairan yang keluar dari tempat yang lebih dalam, tepatnya dari area yang dijangkau oleh alat kelamin pria saat berhubungan intim dengan istrinya. Imam Nawawi menyebutkan bahwa keputihan yang berasal dari area ini tetap dihukumi suci menurut pendapat yang lebih sahih, meskipun sudah mendekati area yang lebih dalam dari tubuh.

Adapun jenis keputihan ketiga, ia keluar dari bagian dalam kemaluan perempuan, yang berada di belakang batas area tempat keluarnya keputihan kedua. Ulama sepakat bahwa keputihan yang berasal dari area ini dihukumi najis karena telah melewati area yang dianggap sebagai bagian dalam tubuh yang mengandung najis.

Namun, terdapat kesulitan bagi seorang wanita untuk membedakan dari mana tepatnya cairan keputihan tersebut keluar, apakah dari bagian luar, tengah, atau dalam kemaluan. Oleh karena itu, disarankan untuk berhati-hati dengan membasuhnya setiap kali hendak mengambil wudhu.

Dalam artian di belakang batas area tempat keputihan yang kedua. Ulama sepakat terhadap najisnya cairan keputihan yang keluar dari area tersebut. Namun yang menjadi permasalahan, dapatkah wanita membedakan dari tempat yang mana keluarnya cairan keputihan tersebut? Apakah dari luar, tengah, atau dari dalam kemaluan? Nah, jika tidak dapat membedakan, maka lebih baik berhati-hati saja, yakni membasuhnya tiap mau mengambil wudhu.(cita septa)

Cita Septa Habibawati:
Tinggalkan Komentar