Bagaimana Cara Menghindari Pergaulan Bebas bagi Remaja dalam Islam?

Menghindari pergaulan bebas dalam islam.(Foto: tirto)

Sukoharjonews.com – Perkembangan tidak selalu membawa hal positif, ada pula hal negatif yang dapat menyeret remaja dalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas ini bisa membawa dampak buruk bagi pertumbuhan anak remaja bahkan dapat memberikan dampak buruk bagi orang lain juga.

Dikutip dari Nu Online, pada Selasa (24/9/2024), islam sungguh telah mewanti-wanti agar manusia menjauhi zina dan mengecamnya sebagai seburuk-buruk jalan.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Artinya, “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk”. (QS Al-Isra’: 32).

Selain menjadi dosa besar yang sanksinya sudah disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an, zina sebagai jalan terburuk karena mengajak pelakunya menuju neraka. Zina semakin menjadi jalan terburuk ketika dilakukan dengan istri tetangga. Pada kondisi seperti ini, zina acap kali menghasilkan anak.

Tidak menutup kemungkinan pada akhirnya akan ada klaim anak kandung, padahal anak tersebut terlahir dari pasangan di luar nikah. Kalau sudah ada klaim anak kandung, maka konsekuensi berikutnya adalah tuntutan harta waris. Sungguh hal ini menjadi kerusakan yang nyata dalam penetapan asal-usul manusia. Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan:

أَيْ : لِأَنَّهُ يُؤَدِّيْ إِلَى النَّارِ وَالزِّنَى مِنَ الْكَبَائِرِ، وَلَا خِلَافَ فِيْهِ وَفِيْ قُبْحِهِ وَلَا سِيَّمَا بِحَلِيْلِةِ الْجَارِ، وَيَنْشَأُ عَنْهُ اِسْتِخْدَامُ وَلَدِ الْغَيْرِ وَاتِّخَاذُهُ اِبْنًا وَغَيْرُ ذَلِكَ مِنَ الْمِيْرَاثِ وَفَسَادِ اْلأَنْسَابِ بِاخْتِلَاطِ الْمِيَاهِ

Artinya: “Maksud (jalan terburuk) karena zina mengajak pada neraka dan zina merupakan salah satu dosa besar. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini dan dalam hal ini dan dalam keburukannya. Terlebih, zina yang dilakukan dengan istri tetangga. Kemudian menjadikan anak orang lain sebagai pelayanan serta menjadikannya sebagai anak. Selain itu juga muncul permasalahan waris dan rusaknya nasab sebab percampuaran air mani”. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Beirut, Muassasah Al-Risalah: 2006], jilid XIII, halaman 72).

Pernikahan sebagai Solusi Guna menghindari zina dan sederet dampak buruknya di kalangan pemuda, Islam telah menawarkan solusi, di antaranya pernikahan. Nabi Muhammad saw bersabda:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Artinya, “Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda kepada kita: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu bersenggama, maka hendaklah dia menikah. Karena pernikahan itu lebih menjaga pandangan serta lebih menjaga kemaluan; dan barang siapa belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa. Karena sesungguhnya puasa itu tameng baginya”. (HR Al-Bukhari).

Berkaitan hadits Abu Bakar Al-Hishni menjelaskan, kata al-ba’ah bukan hanya sekedar bersenggama, akan tetapi bermakna rumah atau tempat tinggal. Karena laki-laki yang menikahi seorang wanita harus menyiapkan rumah atau tempat tinggal untuknya.

Selain makna ini, kata al-ba’ah memiliki makna biaya nikah. Sehingga hadits dapat dipahami bahwa siapapun yang mampu bersenggama secara fisik dan mampu menanggung biaya nikah, maka hendaknya dia menikah.

Al-Hishni mengutip pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan sebagaimana hasil survei di atas, hukum nikah menjadi wajib. Tujuannya tidak lain adalah menyelamatkan diri dari perzinahan.

وَعِنْدَ أَحْمَدَ يَلْزَمُهُ الزَّوَاجُ اَوِ التَّسَرَّى إِذَا خَافَ الْعَنَتَ وَهُوَ الزِّنَا وَهُوَ وَجْهٌ لَنَا وَحُجَّةُ مَنْ قَالَ بِعَدَمِ الْوُجُوْبِ

Artinya, “Menurut Imam Ahmad bin Hanbal wajib bagi orang menikah atau mengambil gundik (dalam konteks tempo dulu saat berlakunya perbudakan) ketika dia takut zina. Ini adalah pendapat yang kita ambil dan sekaligus argumentasi bagi orang yang mengatakan tidak ada hukum wajib dalam pernikahan”. (Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 2001], halaman 462).

Dalam hal menjaga kemaluan dari zina, Allah telah menyatakan salah satu tolok ukur keberuntungan seorang mukmin adalah ketika mampu menjaga kemaluannya. Kecuali hanya untuk istrinya.

Islam memiliki syariat tersendiri dalam menetapkan status seorang perempuan sebagai istri dari seorang laki-laki. Yaitu hanya dengan pernikahan.

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَۙ اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ

Artinya, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela (karena menggaulinya)”. (QS Al-Mukminun: 5-6).

Alternatif Aktivitas
Faktanya, pemuda berusia antara 15-19 tahun belum mapan secara ekonomi dan bahkan secara fisik maupun mental. Untuk menuju kemapanan tiga hal tersebut, sebaiknya para pemuda mengikuti kegiatan-kegiatan positif, baik yang dilakukan secara individu maupun berkelompok atau dalam sebuah komunitas. Seperti komunitas olahraga, organisasi kepemudaan, keagamaan dan lain sebagainya.

Dengan menyibukkan diri berolahraga baik secara individu maupun kelompok, maka energi dan pikiran pemuda diharapkan tersalurkan dalam bentuk kegiatan fisik. Pada saat yang sama ia dapat melupakan hal-hal negatif yang kerap menghinggapi pikiran ketika menganggur. Manfaat lain yang pasti didapatkan adalah kesehatan jasmani. Dengan kesehatan jasmani, seorang pemuda dapat melaksanakan berbagai macam kegiatan.(cita septa)

Cita Septa Habibawati:
Tinggalkan Komentar