Sukoharjonews.com – Pada tanggal 22 April lalu, telah diperingati Hari Demam Berdarah Nasional, dan padatanggal 15 Juni nantinya akan diperingati ASEAN Dengue Day. Dengan adanya peringatan hari- hari Demam Berdarah tersebut menandakan terus terjadinya peningkatan kasus Demam Berdarah baik di dalam negeri maupun diluar negeri.
Menurut Kemenkes (2022), Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit di Indonesia dengan jumlah penderita cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan terutama oleh nyamuk betina Aedes aegypti dan pada tingkat yang lebih rendah yakni nyamuk Aedes albopictus.
Nyamuk Aedes juga merupakan vektor chikungunya, yellow fever, dan virus zika. Penyakit demam berdarah menyebar luas di daerah tropis, dengan variasi risiko lokal yang dipengaruhi oleh faktor iklim, sosial, dan lingkungan.
Tercatat per 1 Maret 2024 terdapat hampir 16.000 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di 213 Kabupaten/Kota di Indonesia dengan 124 kematian. Di Kabupaten Sukoharjo, kasus DBD mengalami peningkatan hingga mengalami kematian. Pada bulan Januari hingga April 2024 tercatat 229 kasus dengan 4 diantaranya meninggal dunia. Kenaikan kasus DBD diperkirakan akan terus melonjak seiring dengan musim hujan setelah El nino.
Terdapat beberapa tanda-tanda Dengue Shock Syndrome (DSS) yakni gejala demam lebih
dari 3 hari disertai mual, nyeri perut hebat, nadi melemah, jumlah urine menurun, muntah, nyeri otot, nyeri di belakang telinga, dan sakit kepala. Apabila terdapat tanda-tanda berikut jangan tunda dan segera periksa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dan lakukan pemeriksaan darah.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanggulangan DBD dan saat ini pemerintah memiliki strategi dalam peningkatan pengendalian penyakit DBD diantaranya: (1) pencegaha dan pengendalian faktor risiko penyakit termasuk perluasan cakupan deteksi dini, penguatan surveilans real time, pengendalian vektor; (2) penguatan health security terutama peningkatan kapasitas untuk pencegahan, deteksi, dan respons cepat terhadap ancaman penyakit termasuk penguatan alert system kejadian luar biasa dan karantina kesehatan; (3) peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan serta penguatan tata laksana penanganan penyakit dan cedera; dan (4) pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2020a; Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2020).
Namun, upaya yang dilakukan pemerintah tidak akan berjalan optimal tanpa adanya
bantuan dari beberapa stakeholder terkait, khususnya dari kesadaran masyarakat sendiri dalam menjaga lingkungan. Terkadang masyarakat sendiri yang menghambat proses penanggulangan suatu penyakit. Seperti pada kasus permintaan fogging yang meningkat dan tidak dilakukan SOP yang benar sehingga akan menimbulkan permasalahan penyakit lainnya seperti masalah kesehatan pada pernafasan karena efek fogging.
Untuk itu, mari menjaga lingkungan sekitar dengan 3M, pemberantasan sarang nyamuk,
membersihkan genangan air, menjaga kebersihan, kegiatan 1 rumah 1 jumantik (G1R1J)
semakin digencarkan, menggunakan bubuk larvasida ramah lingkungan, dan perluasan
nyamuk Wolbachia. Perluasan nyamuk Wolbachia kini dinilai cukup efektif dalam
memberantas nyamuk DBD.
Wolbachia merupakan virus yang menghambat replikasi virus dengue di tubuh nyamuk. Sehingga dengan disebarkannya nyamuk Wolbachia dengan jumlah yang sesuai (agar tidak melebihi populasi ) dapat menghambat pertumbuhan nyamuk Aedes sp. Dengan menjaga lingkungan sekitar, maka dapat membantu dalam memberantas penyebaran nyamuk DBD sehingga meminimalisir korban dan dapat mewujudkan Kabupaten Sukoharjo bebas dari DBD 2024. (*)
Oleh:
Fransisca Victory Kusumaningrum
Penulis adalah mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta yang tinggal di Kabupaten Sukoharjo.
Tinggalkan Komentar