Sukoharjonews.com (Bendosari) – Waduk Mulur terletak di wilayah Desa Mulur, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah. Waduk Mulur menawarkan pemandangan yang cukup indah. Awan di langit yang memantul di luasnya perairan menambah pesona di waduk kebanggaan warga Sukoharjo tersebut.
Perahu-perahu pemilik karamba dan barisan pemancing di berbagai sudut waduk juga menjadi daya tarik tersendiri. Namun, siapa sangka dibalik pesona alam itu ternyata ada sebuah pulau di tengah waduk tersebut yang terdapat makam orang sakti. Di tanah yang tidak begitu luas tersebut terdapat sejumlah makam. Tapi hanya satu yang dikeramatkan, yakni makam Mbah Sayidiman.
Pemakaman yang dulunya berada ditengah-tengah pemukiman warga tersebut tidak ikut tergusur meski pernah ada proyek pelebaran waduk. Proyek pelabaran waduk yang menggusur dua kampung, yakni Dusun Gempoltani dan Dusun Bandungan. Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, Mbah Sayidiman merupakan pengikut Pangeran Diponegoro yang ikut perang gerilya melawan kolonial Belanda.
“Setelah Pangeran Diponegoro di tipu Belanda, Mbah Sayidiman ini menepi di sana sampai akhirnya wafat dan di makamkan di sana,” tutur Sekretaris Desa Mulur, Suyamto.
Mbah Sayidiman juga dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam pada saat itu. Di wilayah yang saat menjadi waduk itu, Mbah Sayidiman juga mendirikan masjid. Masjid tersebut ikut tergusur dan dipindah ke Dukuh Badran, Desa Mertan. “Dulu masjidnya berada di samping makam,” katanya.
Penjaga makam yang akrab dikenal, Jagung menambahkan, Mbah Sayidiman masih keturunan Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Paku Buwono IX. Menurut dia, sebelumnya makam Mbah Sayidiman berada di tempat pemakaman umum yang tidak jauh dari makam saat ini.
Berdasarkan cerita turun temurun, setelah 40 hari Mbah Sayidiman wafat, ada warga yang mendapat wangsit agar makam Mbah Sayidiman dipindah ke dekat masjid yang sudah tidak berbekas tersebut. “Masjidnya dulu di timur makam ini. Saat makam dibongkar, jasadnya utuh dan baunya harum,” tutur Jagung.
Jagung mengatakan, makam Mbah Sayidiman tidak turut tergusur karena kekuatan mistisnya sangat kuat. “Tidak ada berani yang membongkar dan sudah ada permintaan dari keraton (Keraton Kasunanan Surakarta),” imbuhnya.
Sampai saat ini makam Mbah Sayidiman masih sering dikunjungi para peziarah. “Selain ziarah di sini, peziarah juga mendatangi Gua Mertan untuk napak tilas Mbah Sayidiman. Sampai saat ini gua tersebut juga masih ada,” imbuhnya.
Makam Mbah Sayidiman sendiri berada di dalam sebuah cungkup yang tidak begitu besar. “Yang satunya makam istri mbah Sayidiman. Sedangkan yang di luar makam kerabat keraton dan keturunan Mbah Sayidiman. Tapi keturunan yang keberapa tidak jelas silsilahnya,” imbuhnya.
Untuk sampai ke makam Mbah Sayidiman tidak perlu menggunakan perahu. Kini sudah terdapat jalan menuju makam keramat tersebut. Jalan yang ditandangi dengan Gapura Makam Eyang Sayidiman itu terdapat di Dukuh Kenteng Godok, Desa Mertan Kecamatan Bendosari. Gapura Kenteng sendiri berada di sisi kiri jalur Sukoharjo-Jatipuro, Karanganyar sekitar satu kilometer dari Waduk Mulur. (Sofarudin)
Facebook Comments