Sukoharjonews.com (Sukoharjo) – Berbicara mengenai batik, image masyarakat langsung tertuju ke Kota Solo sebagai salah satu daerah sentra industri batik di Jawa Tengah. Image tersebut tidak sepenuhnya salah karena Kota Solo memiliki dua kampung batik yang sudah dikenal luas. Namun, tidak banyak yang tahu jika industri batik di Solo ditopang oleh para perajin batik lokal di Sukoharjo.
Selama ini, para perajin batik di Sukoharjo memproduksi batik dan dibawa atau disetor ke industri batik di Kota Solo. Biasanya, batik yang diproduksi belum ada label atau merek tertentu saat disetor ke Solo. Pelaku industri batik di Solo lah yang memberi merek sehingga batik tersebut akhirnya disebut sebagai batik Solo. Praktik semacam itu sudah lama terjadi dan lumrah dalam industri batik.
Salah satu sentra perajin batik lokal di Sukoharjo adalah Kampung Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Kecamatan Sukoharjo. Kampung tersebut sekitar 8 kilometer ke arah selatan dari pusat pemerintahan Kabupaten Sukoharjo. Perjalanan dengan sepeda motor, Kedunggudel bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit dari pusat pemerintahan. Nama kampung tersebut mulai dikenal karena masuk dalam lingkup Desa Wisata Kreatif Kenep. Namun, bukan itu saja yang membuat kampung tersebut dikenal luas. Tidak hanya di Sukoharjo tapi juga secara nasional karena kampung tersebut memiliki produk batik yang bagus.
Saat ini, ada 11 perajin batik di Kampung Kedunggudel. Meski memiliki merek sendiri-sendiri, secara luas produk batiknya disebut “Batik Kedunggudel”. Bahkan, ada salah satu perajin yang menggunakan merek “Batik Kedunggudel”. Selain itu ada juga merek “Sendang Mulyo” dan lainnya. Produk batik lokal Kedunggudel sudah menasional karena Batik Kedunggudel memiliki kualitas yang baik. Selain itu, Batik Kedunggudel juga memiliki cirikhas tersendiri yakni motif “Lombok Gendayakan”. Hal itu mengacu pada tokoh ulama lokal Kiai Lombok yang dimakamkan di Kampung Kedunggudel. Distribusi batik lokal dari Kampung Keduggudel pun sudah ke sejumlah kota besar di Indonesia.
Salah satu perajin batik di Kampung Kedunggudel, Agus Samiyono menuturkan, usaha batik yang dia tekuni merupakan usaha turun temurun. Sejak awal dirinya menggunakan merek “Batik Kedunggudel” agar mudah diingat masyarakat. Agus mengaku dirinya merupakan generasi ketiga dari usaha batik keluarganya. Saat ini, ujar Agus, dari empat bersaudara, tiga diantaranya menekuni usaha batik.
“Usaha batik yang saya tekuni ini merupakan usaha turun temurun. Saya sendiri mengelola sendiri sejak tahun 2000,” katanya.
Menurutnya, batik produksi Kedunggudel sudah diakui kualitasnya. Salah satu buktinya, ada perajin batik di Kedunggudel yang jadi pemasok untuk merek batik terkenal di Kota Solo. Hal itu membuktikan basik yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus. Tanpa kualitas yang bagus, batik yang dihasilkan oleh perajin batik di Kedunggudel tidak akan diterima oleh merek batik terkenal tersebut karena memiliki standar kualitas yang tinggi.
Desa Wisata Kreatif Kenep
Disisi lain, Agus mengaku sangat terbantu dengan status Desa Wisata Kreatif Kenep. Pasalnya, dengan status tersebut membuat Kelurahan Kenep banyak dikunjungi wisatawan. Otomatis, kunjungan tersebut ikut mendongkrak promosi industri batik di Kampung Kedunggudel. Setidaknya, masyarakat tahu jika di Kelurahan Kenep ada sentra industri batik. Promosi Desa Wisata Kenep yang dilakukan pemerintah kelurahan dan juga Pemkab Sukoharjo ikut membantu promosi batik itu sendiri.
“Dampaknya sangat positif bagi masyarakat pelaku industri kreatif seperti batik. Promosi juga terbantu karena selama ini Desa Wisata Kreatif Kenep juga dipromosikan melalui internet,” ujarnya.
Sejak dicanangkan sebagai Desa Wisata Kreatif Kenep tahun 2010 lalu, Agus mengaku produksi batiknya terus mengalami tren meningkat. Agus sendiri lebih banyak memproduksi batik kombinasi antara cap dan tulis. Meski begitu, dia juga memproduksi batik printing maupun batik tulis meski persentasenya tidak terlalu besar.
Lurah Kelurahan Kenep Mudiarso menyampaikan, Kampung Kedunggudel sendiri merupakan kampung tua yang memiliki nilai sejarah di dalamnya. Kedunggudel sendiri memiliki sejarah dan terkait dengan peradaban hulu Sungai Bengawan Solo. Mudiarso mengatakan, pada zaman dahulu ada sebuah dermaga di Kedunggudel yang digunakan oleh para alim ulama untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa khususnya oleh alim ulama Kerajaan Demak 1478 M.
Mudiarso mengaku selama ini belum ada studi ilmiah mengenai Kedunggudel. Namun, banyak artefak maupun peninggalan yang saat ini masih ada. Seperti Makam Kiai Lombok dan juga masjid tua “Darussalam”. Dari penelusuran sejarah, masjid tersebut dibangun pada 1837 M dan saat ini masih berdiri kokoh sebagai salah satu bukti sejarah adanya peradaban kuno di Kedunggudel. Selama ini, masjid tersebut masih jadi daya tarik para peziarah yang kebanyakan justu berasal dari luar Sukoharjo.
Disinggung tentang industri Batik Kedunggudel, Mudiarso mengaku ada 11 perajin batik di Kedunggudel. Selain batik, ada juga produksi jenang yang mencapai 15 orang, makanan ringan 20 orang, industri karak/rambak 15 orang, aneka kerajinan 10 orang. Mudiarso mengaku, dengan semakin dikenalnya Desa Wisata Kreatif Kenep, dampak yang diharapkan bukan materi untuk kelurahan, tapi untuk masyarakat secara luas. Dengan banyaknya kunjungan, produk kreatif masyarakat seperti batik, jenang, karak, dan lainnya semakin dikenal.
“Saat ini sudah banyak masyarakat dari luar Sukoharjo yang datang hanya untuk mencari batik produksi Kampung Kedunggudel. Selain secara manual, kami juga promosi melalui website atau blog,” paparnya.
Dukungan Penuh Pemkab
Keberadaan Batik Kedunggudel Kelurahan Kenep mendapat dukungan penuh dari Pemkab Sukoharjo. Memang, dukungan yang diberikan tidak melulu soal dana saja, tapi dukungan dalam wujud lainnya. Antara lain melakukan promosi di luar daerah dengan mengikutkan pelaku industri Batik Kedunggudel dalam pameran-pameran.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Sukoharjo Sutarmo. Menurutnya, dalam sejumlah kesempatan pameran di luar daerah, dinas pasti menampilkan produk-produk unggulan yang ada di Sukoharjo. Salah satunya adalah produk batik Kedunggudel dari Kelurahan Kenep. Menurut Sutarmo, batik Kedunggudel memiliki ciri khas motif “Lombok Gendayakan” dan selama ini sering diikutkan dalam sejumlah pameran produk di luar daerah.
Saat ini, ujar Sutarmo, sentra industri batik di Sukoharjo terdapat di sejumlah kecamatan yang mencapai 31 perajin. Seperti Kecamatan Sukoharjo, Mojolaban, Grogol, Bendosari, Nguter, Baki, Weru, dan juga Kecamatan Kartasura. Paling banyak terdapat di Kecamatan Sukoharjo dan juga Mojolaban. “Pemkab Sukoharjo memberikan dukungan penuh dengan ikut mempromosikan produk-produk unggulan yang ada di Sukoharjo, salah satunya batik Kedunggudel Kelurahan Kenep. Pemkab juga memfasilitasi perajin untuk mengakses perbankan untuk permodalan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sukoharjo Etik Suryani yang mengatakan, setiap daerah harus memiliki ciri khas masing-masing. Baik di bidang budaya, seni maupun kerajinan. Hal itu menunjukkan penggalian potensi daerah agar menarik dan membedakan dengan daerah lain sehingga dibutuhkan kepiawaian, kejelian, serta menciptakan karya seni yang bernilai tinggi.
Menurutnya, keberadaan kerajinan bisa menjadi wahana pemerataan pendapatan, penciptaan usaha baru, membuka lapangan pekerjaan serta pelestarian hasil budaya bangsa yang dapat menopang perekonomian masyarakat. Selain itu juga bisa mengikuti kemajuan teknologi industri dan digital. Etik juga mengatakan, tahun 2018 lalu sudah banyak kegiatan yang dilakukan Dekranasda. Antara lain memfasilitasi UMKM untuk pameran di berbagai daerah, baik di dalam provinsi maupun luar provinsi.
Selain itu, lanjut Etik, Dekranasda juga menggelar pameran produk unggulan Sukoharjo baik itu dalam event HUT Kabupaten Sukoharjo maupun HUT Dekranasda sendiri. Dengan pameran tersebut dimaksudkan untuk dapat menghimpun potensi industri kerajinan, memfasilitasi dan memberi wadah perajin untuk menampilkan produknya.
“Dengan pameran juga sebagai wujud kreasi dan inovasi dalam peningkatan mutu, desain produk dan pengembangan usaha dalam rangka memperluas jejaring bisnis,” ujarnya.
Etik menambahkan, Dekranasda juga intensif mengadakan pembinaan, pendampingan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kualitas produk, kreativitas dan inovasi produk untuk menghadapi tantangan bisnis ke depan. Juga, mengirim dan mengikutsertakan para perajin dalam berbagai lomba seperti desain batik, rancang busana, dan fashion show yang digelar oleh provinsi.
Seperti saat HUT Dekranasda beberapa waktu lalu dimana digelar pameran produk batik lokal di Gedung Pusat Promosi Potensi Daerah (GP3D) Graha Wijaya. Selain pameran batik lokal, juga digelar “fashion show” batik lokal. Pameran tersebut sebagai wujud komitmen Dekranasda dalam memberdayakan pelaku UMKM batik di Sukoharjo. (sumarno)
Facebook Comments