Sukoharjonews.com – Perjuangan mencapai kesetaraan gender telah berlangsung selama lebih dari satu abad. Bukan proses yang mudah, namun setidaknya ada banyak pencapaian bisa kita rasakan dalam perayaan International Women’s Day (IWD) yang jatuh setiap tanggal 8 Maret.
Dilansir dari History, Rabu (8/3/2023), penetapan tanggal ini telah dilakukan sejak tahun 1975 dan selalu meraih simpati publik dari waktu ke waktu. Meski demikian, tidak semua orang tahu bagaimana awal mula perayaan ini dan mengapa dunia harus merayakannya. Karenanya, agar dapat memaknainya dengan baik, simak penjelasan berikut ini!
Apa Itu International Women’s Day?
International Women’s Day adalah hari di mana para perempuan diakui atas prestasi mereka. Momen ini lahir berkat gerakan buruh pada awal abad ke-20 di kawasan Amerika Utara dan Eropa.
Awalnya gerakan ini adalah bentuk protes terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan, namun berkembang menjadi upaya meraih kesetaraan gender secara menyeluruh. Pada akhirnya, Hari Perempuan Internasional menjadi titik sentral aksi demi membangun dukungan bagi hak-hak perempuan dan partisipasi penuh mereka dalam ekonomi, politik, komunitas, dan kehidupan sehari-hari.
Sejarah Awal Hari Perempuan Internasional
Penetapan tanggal International Women’s Day telah dilakukan sejak 1975. Namun sebagaimana dipaparkan History, perjuangan perempuan menuntut kesetaraan hak telah dimulai jauh sebelum itu. Sejarahwan Temma Kaplan mengungkapkan bahwa momen pertama yang berhasil direkam terjadi pada tahun 1908 di New York City.
Saat itu, setidaknya 15 ribu perempuan melakukan demonstrasi di sepanjang jalanan New York City untuk menuntut kehidupan yang lebih layak. Tindakan ini adalah buntut dari pembatasan hak perempuan dalam Pemilu, kelayakan upah kerja, hingga diskriminasi jam kerja. Setelah melalui berbagai macam proses, tercetuslah National Woman’s Day (NWD) pertama pada 28 Februari 1909.
Pada tahun 1910, konsep Hari Perempuan akhirnya menjalar ke Eropa. Konferensi Internasional Perempuan Pekerja digelar pada tahun tersebut. Seorang perempuan bernama Clara Zetkin mengusulkan untuk menetapkan perayaan hari perempuan yang berlaku secara universal di seluruh dunia.
Tragedi Fire Triangle yang Mengubah Sejarah
Konferensi memutuskan 19 Maret 1911 sebagai Hari Perempuan Internasional, namun saat itu baru dirayakan di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss. Sayangnya, baru seminggu setelah perayaan pertama, sebuah kebakaran mengerikan terjadi di Perusahaan Triangle Shirtwaist Factory, New York City.
Tragedi kebakaran Triangle ini menewaskan lebih dari 140 pekerja perempuan dan menjadi bencana industri paling mematikan di New York. Karenanya, sebagai bentuk keprihatinan, kejadian ini menjadi fokus International Women’s Day pada tahun berikutnya sekaligus menjadi awal berdirinya International Ladies’ Garment Workers’ Union. Kebakaran ini juga menjadi awal tercetusnya undang-undang standar keselamatan pabrik.
Pergantian Tanggal
Saat semua gerakan tertunda akibat Perang Dunia I, para aktivis perempuan tidak pernah menghentikan aksinya. Mereka masih menggelar berbagai konferensi untuk mencapai tujuan kesetaraan gender. Salah satu kesepakatan yang muncul adalah keputusan untuk mengubah tanggal International Women’s Day menjadi 8 Maret pada tahun 1913.
Sejak saat itu, para aktivis semakin gencar melakukan kampanye yang bertentangan dengan pelanggaran HAM. Mereka juga menyuarakan gerakan melawan perang karena dianggap menciptakan penderitaan untuk banyak pihak, tak terkecuali kaum perempuan.
Dari waktu ke waktu, Hari Perempuan diperingati di banyak negara pada tanggal 8 Maret. Namun karena masih kurang seragamnya perayaan ini, PBB akhirnya meresmikan tanggal ini sebagai International Women’s Day yang diakui hingga saat ini.
Pentingnya Merayakan Hari Perempuan Internasional
Dilansir dari We Forum, Antonio Guterres selaku Sekretaris Jenderal PBB saat ini mengungkapkan pentingnya peringatan International Women’s Day sebagai salah satu fundamental dalam program SDGs (Sustainable Development Goals). Dia menegaskan bahwa kesetaraan gender adalah hal yang mendasar sehingga kita perlu menandainya lewat momen Hari Perempuan Internasional.
“Kesetaraan gender adalah masalah kekuasaan. Patriarki, yang sudah berkuasa ribuan tahun, terus menegaskan keberadaannya. Karenanya, PBB akan melawan balik dan berdiri memperjuangkan hal perempuan dan anak perempuan di manapun,” ungkapnya.
Dengan merayakan sebagai International Women’s Day, setiap orang akan memiliki tolok ukur dalam pencapaian kesetaraan gender serta selalu mengingat pentingnya memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.(patrisia argi)
Tinggalkan Komentar